Monday, December 31, 2012

Per-cerai-an dengan KP

jadi kalo anak ITB tuh umumnya semester 7 bakal ngambil mata kuliah kerja praktek (KP), soalnya kami udah KP duluan waktu libur semester genap ke semester ganjil selama 2 bulan di pabrik yang unitnya ada kaitannya sama prodi. nah seperti postingan saya di "Cerita KP", mungkin kalian (emang siapa yang baca? ah bodo amat, blog gue ini) tau kalo saya KP di PT Chandra Asri Petrochemical, Tbk., sebuah pabrik petrokimia yang memproduksi etilen, polietilen, dan polipropilen.
Singkat cerita KP kan udah selesai tuh. pergulatan dengan SKS KP dimulai saat pembicaraan dengan dosen. Untung aja dosen pembimbing KP saya itu Pak Wen**n, sang maestro membran. Beliau terkenal easy going sama anak2 KP nya huahaha.
tapiiii meskipun perjalanan pembicaraan KP berjalan lancar, sang dosen yang sangat sibuk sampai ga sempat untuk menyisihkan sedikit waktu beliau untuk tandatangan laporan KP saya. Jadilah sang Bapak waktu hari terakhir ujian (21 desember 2012) sore nge-SMS teman KP saya yang isinya kira2 begini:
"anak2 yang mau presentasi dan laporan KP nya ditandatangani, datang ke Baltos pukul 20.00. Temui saya disana"

Omaigat, rencana weekend terakhir di bandung gagal sudaaahh. padahal tadinya saya udah mau refreshing karena emang abis ujian yang ngejlimet. akhirnya saya cuma bisa bengong pas tau beritanya. huhuhuuu.

Sambil menunggu jam 8 tiba (ketika itu masih jam stgh 4 sore!) saya yang males banget balik ke kosan (karena nanti pasti ketiduran), akhirnya menerima ajakan 2 teman saya untuk jajan pancake dulu. selesai jajan pancake, perut masih lapar (hahaha, blame the rainy season!), akhirnya lanjut ke warung tenda beli indomie pake telor. sluurrrpp~

selesai makan indomie, waktu masih menunjukkan pukul 18.30, krn masih 1,5 jam lagi, akhirnya saya pergi ke Baltos dan menunggu di kantin tong-tong. Karena duit udah bokek abis jajan pancake dan indomie, saya memutuskan cuma beli teh manis anget doang (hahahaha!). Tapi emang dasar ga tau malu, teman saya (yang juga cuma pesen teh manis) minta password wifi disana, sedangkan saya seenaknya ngecharge HP. Huahahaha.

Sampe jam 8 lewat dikit, si Bapak belom dateng. Akhirnya kami dengan hopeless meng-sms bapaknya. Eh dijawab: "kalian tunggu saja di foodcourt, saya datang skitar satu jam lagi"

alamaaakk....emang ini mall macem PVJ, IP, atau TSM yang foodcourt nya buka sampe jam 10? Buat yang ga tau, Baltos itu semacam pasar baru, yang aktif beroperasi pagi sampai sore. begitu malem, cuma bbrp tempat makan yang buka, yang harganya ga bersahabat sama kantong mahasiswi kere di akhir bulan. jadinya kami tetap di kantin tong-tong, bengong. Pas sadar bapaknya mau dateng 1 jam lagi, alias jam 9 malem, saya panik. mau balik naik apaaaa? angkot sadangserang caringin udah abis jam segitu, Akhirnya kami SMS si bapaknya lagi bilang perkara si angkot ini. Akhirnya beberapa menit kemudian sang dosen nelepon dan ngabarin kalo beliau udah di PARKIRAN BALTOS! What?!

Akhirnya dengan semangat 45 kami menghampiri parkiran basement Baltos. Ga sulit menemukan mobil sang dosen, karena memang cuma ada 1 mobil BMW terparkir disana. tanpa basa basi dan presentasi (yang tadinya harus dilakukan) laporan kami langsung ditandatangani. Fiuhhhhh.

Terakhir, kami pulang dengan angkot (yang kayanya angkot terakhir, krn di belakang kami ga ada angkot laen lagi). sebenernya sih tadi berharap bakal ditebengin BMW, tapi ternyata ditawarin pun enggak, heuuu~

Puji Tuhan, finally sudah cerai dengan KP! Tinggal nunggu hasil dari pabriknya deh hehe :)

Saturday, December 29, 2012

Tiga Langkah Mudah Menjaga Kelestarian Sumber Air Minum


Pertama kali saya mengunjungi rumah saudara saya di Jakarta, saya dibuat terheran-heran. Rumah saudara saya itu berada di sebuah daerah permukiman yang cukup ternama. Di sana, saya tidak bisa seenaknya merebus air keran  / leding untuk menjadi air minum. Untuk minum dan memasak, saya harus menggunakan air mineral, karena kata saudara saya air kerannya tidak layak minum. Untuk mereka, air keran hanya dipakai untuk keperluan mandi dan cuci saja. Bahkan, air keran ini tidak bisa dipakai sebagai air mandi keponakan saya yang masih bayi, karena tingkat kontaminasi air yang cukup tinggi membuat kulit bayi yang masih sangat sensitif menjadi merah-merah dan gatal.

Keheranan saya ini harap dimaklumi. Saya yang biasanya tinggal di daerah suburban di Sumatera Selatan, agak asing dengan larangan “tidak boleh memakai air keran untuk memasak”. Di rumah, saya terbiasa menggunakan air keran sebagai sumber air minum dan memasak. Miris ya, daerah permukiman mahal tidak bisa menjamin kualitas air yang didapatkan penghuninya. Padahal, untuk dapat tetap sehat, manusia setidaknya membutuhkan 8 gelas air minum per hari. Jika untuk minum saja sulit, bagaimana manusia bisa sehat?

Hampir setengah penduduk Indonesia kekuarangan bahkan tidak punya sumber air bersih. Ditambah lagi jika 20 persen dari penduduk Indonesia meninggal akibat kekurangan air bersih

Ini informasi yang saya peroleh saat saya iseng mencari artikel tentang kesulitan air bersih di Indonesia. Air bersih disini didefinisikan sebagai air yang layak digunakan untuk kegiatan primer, seperti minum dan memasak. Kasihan ya L.

Setidaknya terdapat 64 dari 92 daerah terluar di Indonesia yang kini mengalami kesulitan dalam memperoleh air bersih.

Bersumber dari dari publikasi Bank Pembangunan Asia (ADB) tahun 2006, persoalan akses air bersih bukanlah persoalan yang sepele. Lebih dari 100 juta orang di Indonesia kesulitan mengakses air bersih, bahkan 70 persen populasi Indonesia bergantung kepada sumber-sumber air yang tercemar.

Tingkat pencemaran di Indonesia sudah “terkenal” dan menjadi juara di skala internasional lho! Kota-kota besar di Jawa dan Bali kabarnya sudah menjadi kota dengan polusi air tertinggi di antara jajaran negara-negara berkembang di dunia.

Kalau kita kalkulasi, untuk memasak air minum, setiap warga Jakarta diperkirakan harus membayar lebih dari Rp100.000 per bulan (ini sudah termasuk harus membeli air mineral dalam galon). Hal ini jelas merupakan beban yang tidak ringan buat mereka yang tergolong miskin dan sangat miskin.

Saat ini, Indonesia diperkirakan memiliki laju pertumbuhan penduduk rata-rata 1,2 persen per tahun, sehingga pada tahun 2020 nanti diperkirakan bakal ada 250 juta orang tinggal di Indonesia. Pesatnya pertumbuhan penduduk akan membawa berbagai konsekuensi bertambahnya kebutuhan akan air bersih, bahan pangan, dan ketersediaan lahan untuk tempat tinggal serta beraktivitas.

Ada banyak sekali daerah di Indonesia yang kondisi krisis air nya jauh lebih parah daripada kondisi saudara saya yang saya ceritakan di atas. Misalnya saja, pada gambar di bawah ini, merupakan seorang warga di Temanggung, Jawa Tengah, yang harus melewati jalan berbatu-batu demi mendapatkan air bersih.
Sumber: http://www.antaranews.com/berita/330277/daerah-krisis-air-bersih-di-temanggung-bertambah

Lain lagi dengan gambar di bawah ini. Kedua kakek ini adalah warga di daerah Gunung Kidul. Mereka harus berjalan sebanyak empat kilometer pulang pergi, dengan berjalan kaki, hanya untuk mendapatkan beberapa jerigen air bersih.
Sumber: http://www.solopos.com/2012/08/06/krisis-air-gunungkidul-karso-marto-tetap-tersenyum-316520

Pemerintah Indonesia tentunya menyadari permasalahan ini. Pada tahun 2013 nanti, beberapa daerah-daerah yang krisis air nya sudah parah, seperti di daerah Gunung Kidul, Bantul, dan Madura, sudah direncanakan berbagai penanggulangan atas krisis air bersih.
Tentunya sebagai warga Negara yang baik, kita tidak boleh hanya mendesak pemerintah untuk bertindak. Kita juga harus mulai untuk menyadari bahwa kita memiliki tanggung jawab atas ketersediaan air bersih di Indonesia. Apa yang dapat kita lakukan anak cucu kita nanti tetap bisa  memperoleh akses air bersih yang layak minum? Berikut ini saya berikan 3 cara mudah menjaga kelestarian sumber air minum. Siapapun bisa melakukannya, asalkan bersedia!

1. Berhenti merusak sumber air
Membuang sampah sembarangan, membuang limbah tidak sesuai kadar batasan, menebang pohon di hutan lindung, membuka lahan di daerah resapan air hujan, dan menggunakan pupuk/pestisida berlebihan pada tanaman merupakan sedikit dari contoh tindakan pengrusakan sumber air.

2. Berhemat dalam penggunaan air
Mengganti gaya mandi dari bath-tub atau memakai gayung menjadi memakai shower bisa menghemat puluhan liter per air dalam 1 hari lho!

3. Pure It!
Apa itu PureIt? Pure it adalah filter pemurni air minum yang sangat canggih. Alat ini bisamemurnikan air keran menjadi air yang sangat aman untuk dikonsumsi. Pure it menggunakan teknologi canggih, seperti saringan serat mikro, filter karbon aktif, prosesor pembunuh kuman, dan penjernih yang disusun bertahap untuk menghasilkan air minum berkualitas yang memenuhi standar EPA (Environmental Protection Agency) Amerika Serikat. Saya mengatakan ini bukan semata-mata untuk promosi lho! Dosen saya (di kampus ITB tercinta tentunya, ceilaah) juga mengatakan bahwa alat ini sudah pernah diuji di laboratorium dan dinyatakan mampu memurnikan air minum. Hebatnya lagi alat ini tidak memerlukan bantuan energi apapun (listrik, baterai, dll). Jadi, alat ini bisa menjadi solusi atas biaya yang tinggi (Rp 100.000,00 per orang per bulan) untuk pemenuhan kebutuhan air minum.

Nah, sudah sadarkah Anda bahwa air sangat berharga? Yuk kita jaga kelestarian sumber airminum Indonesia dengan melakukan 3 langkah mudah ini! Ini bukan hanya tugasku, tapi tugasmu juga J. Mari bersama kita wariskan kebaikan dari air bersih yang layak minum bagi anak cucu kita.


Referensi:

Monday, December 10, 2012

Thursday, December 06, 2012

Lagu yang tidak pernah gagal membuat saya menangis

Judulnya Pelangi Sehabis Hujan, yang nyanyi Nikita.

bisa dilihat di http://www.youtube.com/watch?v=f_VJBEC5Oas

Today is the end of 7th semester!

whooaaaa I reach this far. Time sure flies so fast. So many things I learned in this semester.
Most things are life values.
I learned that being a mature woman is so damn hard.
I found out all burdens that I have to carry for the rest of my life.
I found out that I cannot rely on anything or anyone but God. I may be alone, but I have an option for not being lonely.
I knew that working is tiring, yet searching for some dollars is so burdening
I knew that I cannot let myself drown in sadness, I have to get up by myself and get things done
I realized that I have so many options that I should choose everyday, and one false option will lead me to big failure.


Somehow, if I may choose, I don't wanna be adult. Being a child is much more easier.

Nice Quotes

If you have God, you have enough


If you have time to complain, then you have time to do something


If Jesus can make a miracle in my ancestor's era, then He can make one in my era

Thursday, October 11, 2012

Kegalauan Karir


kalo orang-orang galau tentang cinta, saya galau tentang karir.

beberapa hari yang lalu, ada sejumlah temen seangkatan saya yang dihubungi sama Exxon untuk diajak interview kerja. Mupeng abiiiisss. hiksss......teman2 saya itu adalah top-top IPK di angkatan saya. Ga heran sih, secara Exxon kan 1st leading oil and gas company.

Saya, yang notabene IPK nya biasa banget jadi super galau tentang masa depan. saya udah memutuskan untuk kerja dulu setelah jadi sarjana. Tapi kerja dimana? itu susah banget ditebak.

Kata orang, ikuti minat. kalo minat disamakan dengan hobi. Saya juga ga bisa menjustifikasi suatu hal yang bisa saya sebut hobi favorit saya. tapi kalo ditanya, saya akan dengan tegas menjawab kalo ngerancang pabrik bukanlah hobi saya.

Kata orang, liat yang gajinya gede. Kalo gaji gede, umumnya mesti kerja di oil and gas company / service. Tapi saya masih agak khawatir juga kalo mesti ditempatkan di tengah laut atau di hutan rimba.

Kata orang, cari yang kerjanya nyantai. Kerjaan yang nyantai biasanya penghasilannya biasa aja, cenderung kecil malah. Mengingat kalo pas kerja saya juga mesti membiayai kedua orang tua saya dengan (pengennya) tetap bisa membahagiakan diri sendiri dengan penghasilan, rasanya saya mesti mikir dua kali untuk milih kerja yang santai.

Kata orang, pilih wirausaha, biar ga tergantung sama perusahaan. Hem, saya masih terlalu pengecut untuk menjadi seorang wirausahawati yang fresh graduate. Ini berdasarkan orang tua yang kurang merestui, dan sepertinya darah wirausahawan belum pernah ada di keluarga saya. Selain itu, mau dapat modal dari mana? hahaha.

Kata orang...kata orang...kata orang. Begitu banyak kata orang. Saya sampe bingung mana yang benar-benar menyarankan, mana yang sekedar membuat galau. Sampai sekarang saya masih bingung menentukan mau dibawa kemana masa depan ini. Pernah saking stressnya, saya becanda sama temen saya untuk banting stir buka warung makan aja. hahaha. Kacau sih ini.

Saya masih galau. Saya butuh masukan dari berbagai orang. The more the better. So may you give me views about careers?

Evaluasi 8 tahun Kepemimpinan SBY di Bidang Pangan


Evaluasi 8 Tahun Kepemimpinan SBY di Bidang Pangan

Hingga kini, penanganan pangan nasional belum juga teratasi.  Menjadi sangat ironi, negara agraris dengan tanah yang begitu subur, hampir semua produk pangannya impor. 

1.      Hingga saat ini reformasi di bidang teknologi pangan belum ada realisasinya.
Contoh: pada produksi padi, industri gula, garam, dan agrarian lainnya.
a.       Produksi Padi
Pemerintah memang sudah mencangkan perluasan lahan (ekstensifikasi) pada 2014, tapi belum ada improvisasi dari segi intensifikasi pertanian. Padahal sudah ada teknologi-teknologi, misalnya Padi SRI, yang dapat meningkatkan kapasitas produksi beras hingga 4x lipat per hektar.
Dalam metode dan penggunaan peralatan, mulai dari penanaman hingga panen, masih menggunakan peralatan yang sangat tradisional. Hal ini disebabkan oleh habitual petani yang sulit menerima masukan dalam bentuk pelatihan ataupun pemberian informasi mengenai teknologi baru. Selain itu, usaha yang dilakukan pemerintah dalam meningkatkan kapabilitas petani masih kurang merata di semua tempat.
b.      Industri Gula
Pabrik gula milik Indonesia sudah sangat berumur (bahkan mencapai 100 tahun). Namun hal ini tidak diiringi dengan peremajaan peralatan dan teknologi yang memadai. Hal ini menyebabkan rendahnya efisiensi produksi gula.
Sebagai contoh: Sugar Group Company (Gulaku), menghasilkan rendemen sebanyak 12% dari bahan baku. Untuk jumlah bahan baku yang sama, Industri Gula Indonesia hanya menghasilkan rendemen 7-8%.
Birokrasi untuk membuat pabrik gula di Indonesia sangat sulit. Sebuah pabrik gula harus memiliki lahan beberapa ribu hektar terlebih dahulu.
Dari ketersediaan bahan baku sendiri, Indonesia memiliki potensi yang lebih besar untuk menghasilkan gula aren. Sayangnya, produksi gula aren di Indonesia masih sangat minim. Selain itu, kebiasaan masyarakat Indonesia lebih banyak menggunakan gula pasir dari gula aren.
Dari sisi produksinya sendiri, sebenarnya akan lebih menguntungkan jika gula diproduksi dalam wujud cair. Ini karena dibutuhkan energi lebih untuk mengubah fasa gula dari cair menjadi padatan. Padahal dalam penggunaannya, gula lebih sering dipakai dalam wujud cair daripada padat.
Dalam pengolahannya, terdapat hasil samping (byproduct) dari pengolahan gula, berupa molasses. Molases ini merupakan bahan baku yang potensial sebagai bahan baku etanol. Sayangnya, molasses belum dapat dimanfaatkan dengan baik oleh industri gula Indonesia.
c.       Industri Garam
Indonesia merupakan Negara dengan garis pantai terpanjang di dunia. Mirisnya, Indonesia hingga saat ini masih mengimpor garam. Yang lebih parah, Indonesia belum memiliki industri garam yang terintegrasi dengan baik, yang ada hanyalah petani-petani garam yang bergerak secara individual.
Sebenarnya sudah banyak ahli di Indonesia yang menguasai teknologi pengolahan garam. Namun, sepertinya kepedulian pemerintah terhadap bidang produksi garam masih rendah. Padahal, jika dikembangkan, industri garam dan turunannya mampu memberikan profit yang baik bagi Indonesia.
Selain ketiga sektor di atas, sebenarnya masih banyak potensi industri pangan di Indonesia, seperti: kelautan (ubur-ubur, ikan sidat / unagi, rumput laut), dairy products (daging, susu), dll. yang belum sempat dikaji lebih lanjut oleh HIMATEK.

2.      Perbaikan jalan dan sarana transportasi.
Dari tahun ke tahun seolah-olah tidak nampak perubahan nyata yang lebih baik. Sebenarnya banyak pihak swasta yang bersedia untuk beriinvestasi pada pembangunan infrastruktur (jalan, jembatan, landasan udara, pelabuhan, dll). Namun, kebijakan / birokrasi dari pemerintah menyulitkan pihak swasta untuk membangun infrastuktur. Infrastruktur yang kurang memadai ini secara tidak langsung mengakibatkan penambahan biaya produksi pada industri pangan.

3.       Masalah kebijakan Impor dan Ekspor
a.       Impor
Pemerintah sangat terlihat mengambil jalan pintas untuk mengatasi krisis sesaat dengan kebijakan impor tanpa diimbangi dengan kebijakan strategis untuk menyelesaikan persoalan jangka panjang.
"Sikap kami dalam mengimpor (beras) adalah untuk berjaga-jaga karena banyak proyeksi dari sejumlah lembaga yang mengisyaratkan anomali cuaca akan lebih banyak terjadi pada masa depan, sehingga ada kekhawatiran pasokan pangan tidak mudah," kata Gita Wirjawan di Kementerian Perdagangan, Jakarta, Jumat.
Contoh: saat FAO mengumumkan akan terjadinya krisis pangan, Indonesia pada bulan September 2012 mengeluarkan kebijakan untuk mengimpor beras sejumlah 1 juta ton dari Myanmar.
Fakta:
·         Indonesia pada Januari hingga November 2011 mengimpor beras sebanyak 2,5 juta ton dengan nilai 1,3 miliar dolar AS dari negara seperti Thailand dan Vietnam.
·         Konsumsi beras Indonesia sebesar 140 kilogram per kapita per tahun.
·         Kementerian Pertanian pada 2012 menargetkan dapat memproduksi 67,82 juta ton gabah kering giling (GKG) yang sama dengan 37,98 juta ton beras dengan menggunakan lahan seluas 13,538 juta hektar.


b.      Ekspor
Saat ini, bahan pangan yang diekspor oleh Indonesia kebanyakan masih berupa barang mentah. Seperti halnya mineral, bahan mentah tersebut apabila diberi pemrosesan lebih lanjut, akan memberikan added value yang besar. Hal ini sangat merugikan Indonesia, dimana produk-produk jadi dari barang mentah tersebut diimpor kembali oleh Indonesia. Fenomena ini sebagian bukan disebabkan karena ketidakmampuan Indonesia untuk mengolah, tapi lebih disebabkan oleh kerangka berpikir masyarakat Indonesia yang ingin serba instan (dengan cara menjual bahan mentah untuk mendapat uang cepat).
Contoh:
Kakao. Indonesia merupakan produsen kakao nomor 3 di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana. Akan tetapi, industri cokelat di Indonesia yang ada di Inonesia hanya 1 (itupun milik swasta).

Monday, October 01, 2012

Informasi Oke (numpang baca dari blog orang)

Baru-baru ini saya liat suatu pengumuman di timeline twitter. Fulbright Scholarship sudah membuka diri untuk pelamar baru. Iseng-iseng searching di bos Google, saya nemu blog seorang dokter yang ngejelasin tentang Fulbright. Buat kamu yang berniat untuk daftar Fulbright Scholarship, alumnus Fulbright ini menceritakan dengan detil tips and trik untuk bisa membuat study objective. Lengkapnya bisa kamu lihat di sini.

Sunday, September 30, 2012

The Outliers dan Keluarga Mereka

http://swa.co.id/2009/01/mereka-bukan-keluarga-biasa/


The Outliers..Orang2 sukses bukan cuma krn apa yg ada dalam dirinya, tapi jg krn faktor lingkungan dan budaya, terutama keluarga..

Siapa sih yang tak ingin mempunyai anak-anak yang sukses? Rasanya tak akan ada seorang pun yang menggelengkan kepala. Setiap orang ingin melahirkan generasi atau anak-anak yang kalau bisa semuanya sukses. Arti sukses di sini, bukan hanya berkontribusi positif, tapi juga menonjol, berprestasi, dan berkibar di bidang masing-masing. Entah itu sebagai wirausaha (entrepreneur), profesional, artis, pejabat publik, atau profesi lainnya.

Namun, tentu saja fakta berbicara lain. Kenyataannya, tidak mudah menciptakan generasi sukses dalam keluarga. Apalagi, kalau sebagian besar atau bahkan semua anak dalam keluarga bisa meniti jalur yang moncer di profesi masing-masing, pasti jauh lebih sulit.

Menariknya, di Indonesia ternyata tak sedikit keluarga (orang tua) yang mampu melahirkan generasi sukses seperti itu, baik di lingkup bisnis maupun lembaga publik (birokrasi). Di dunia bisnis, misalnya, kita bisa mendaftar beberapa keluarga. Antara lain, keluarga Firmansyah, yang memiliki putra-putri: Erry Firmansyah, Rinaldi Firmansyah dan Evi Firmansyah. Mereka sukses berkarier di BUMN. Erry kini Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia dan Rinaldi menjabat Dirut PT Telkom, sedangkan adik perempuan mereka, Evi, menjadiWakil Dirut Bank Tabungan Negara.

Masih di dunia bisnis, boleh juga menyebut keluarga Wirjawan (pasangan Wirjawan Djojosoegito dan Paula Warokka). Putranya, antara lain, Gita Wirjawan, yang sempat menjadi orang nomor satu di JP Morgan Indonesia, tapi baru saja undur diri untuk mendirikan Ancora Capital. Lalu, Dian Budiman Wirjawan (mantan Dirut PT Danareksa), Wibowo Suseno Wirjawan (mantan Dirut PT Jakarta International Container Terminal dan Dirut PT Terminal Peti Kemas Koja), serta Rianto Ahmadi Djojosoegito yang kini Wakil Presiden Direktur PT Allianz Life Indonesia.

Kiprah keluarga Satar pun menarik. Emirsyah Satar sudah tak asing, kini Presdir di PT Garuda Indonesia. Lalu, saudaranya, Rizal Satar, menjabat Presdir Pricewaterhouse Coopers FAS. Sementara Kemal Satar bergelut sebagai wirausaha properti.

Di jajaran entrepreneur pun kita juga bisa mengambil contoh beberapa keluarga yang masing-masing putra (generasi penerus)-nya sukses menekuni bisnis sendiri. Contoh menarik keluarga Wanandi. Sofjan Wanandi sukses mengembangkan Grup Gemala, Biantoro Wanandi mengorbitkan Grup Anugerah (Anugerah Pharmindo Lestari, dll.), dan Rudy Wanandi membesut bisnis asuransi PT Asuransi Wahana Tata. Adapun Jusuf Wanandi lebih aktif sebagai intelektual. Jusuf aktivis dan pendiri Centre for Strategic and International Studies (CSIS).

Dari lingkungan keluarga pendidik (dosen), acungan jempol layak ditujukan ke keluarga Sri Mulyani (putra-putri pasangan Prof. Drs. Satmoko dan Prof. Dr. Retno Sriningsih). Sri Mulyani adalah satu di antara 10 bersaudara. Yang menarik, karier 9 saudaranya juga berkembang dengan baik. Sri Mulyani tak usah dibahas. Dia Menteri Keuangan RI saat ini, dosen Universitas Indonesia, sempat mengepalai Bappenas dan bekerja di Dana Moneter Internasional (IMF). Sembilan saudara Sri Mulyani rata-rata juga lulusan S-3 dan S-2.

Contohnya, Agus Pramudiyanto, anak pertama alias kakak tertua Sri Mulyani, adalah guru besar UI dan pejabat eselon 1 Departemen Kesehatan RI. Saudaranya yang lain, Asri Purwanti, mengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Nining Triastuti, arsitek dari Institut Teknologi Bandung, tapi mengambil S-3 Ekonomi di Fakultas Ekonomi UI dan sekarang dosen FE UI. Terus, ada lagi Nanang Untung Cahyono, alumni Jurusan Teknik Kimia ITB yang pernah bekerja di Exxon, Arun dan sekarang profesional di Pertamina; Atik Umiyatun Hayati, insinyur ITB, kini pejabat eselon 1 Bappenas; Sri Harsi Teteki, alumni FK Undip, kini profesional di Telkom; dan Sutopo Patria, alumni FK Undip, sekarang mengambil studi jenjang S-3. Punya 10 putra-putri yang semuanya mendapatkan karier bagus jelas merupakan prestasi yang luar biasa.

Pada lingkup profesi kedokteran, kita boleh mencatat keluarga drg. Noto Husodo Widodo sebagai keluarga yang unik sekaligus spektakuler. Dari keluarga ini, tak kurang dari 18 orang yang berprofesi sebagai dokter gigi. Drg. Noto sendiri adalah empat bersaudara, dan menjadi dokter gigi bersama saudaranya, Harjanto Widodo. Uniknya, Noto yang menikah dengan dr. Lydiana Gunawan dikaruniai tiga anak yang semuanya dokter gigi, yakni drg. Joyce Niti Widodo,. Drg. Grace Niti Widodo dan drg. Arifo Adhianto Widodo.

Uniknya lagi, Joyce menikah dengan Felix Hartono Koerniadi yang juga dokter gigi. Terus, Grace pun menikah dengan dokter gigi, yakni drg. Benny M. Soegiharto. Mayoritas keponakan drg. Noto juga dokter gigi, atau setidaknya menikah dengan dokter gigi. Total tak kurang dari 18 dokter gigi di lingkungan keluarga ini. Ada yang membuka klinik sendiri dan ada yang kerja untuk rumah sakit besar tertentu.

Dari Jawa Tengah, menarik juga melirik keluarga sukses dr. Supandji, dokter penyakit dalam di Akademi Militer, Magelang. Supandji melahirkan lima putra dan satu putri yang rata-rata kariernya di atas rata-rata. Anak pertamanya, Hendarto Supandji, pengajar di FK Undip (pensiun). Lalu, Hendarman Supandji, sebagian besar sudah mafhum karena dia adalah Jaksa Agung RI.

Seterusnya, Hendardji Supandji, salah satu pejabat di KASAD; Budi Susilo Supandji, mantan Dekan Fakultas Teknik UI, Direktur Kopertis untuk wilayah Jakarta, Dirjen Potensi Pertahanan Departemen Pertahanan dan Keamanan RI; dan Ongky Supandji, aktif sebagai pengusaha. Jadi, keluarga Supandji ada yang di birokrasi, dosen dan bisnis.

Pasangan Sutrepti dan Soemarno (Gubernur DKI tahun 1960-an dan Menteri Keuangan Kabinet Dwikora) pun melahirkan anak-anak cemerlang. Ada Ari H. Soemarno (kini Dirut PT Pertamina), lalu Rini M. Soemarno (mantan Menteri Perdagangan, Presdir Grup Astra, dan kini pengusaha otomotif), dan Ongki P. Soemarno (pengusaha multibisnis, mantan eskekutif Grup Humpuss). Dua putrinya yang lain memilih menjadi ibu rumah tangga, tapi anak-anaknya juga sukses meretas karier di luar negeri. Bisa jadi, ada yang menilai pantas saja mereka sukses karena orang tuanya punya posisi tinggi. Namun, seharusnya juga diingat, banyak anak pejabat yang jangankan kariernya tumbuh, sekolah menengah saja tak selesai. Bahkan, anak-anaknya banyak yang kacau.

Sudah pasti, selain nama-nama di atas, masih banyak keluarga sukses lain di Indonesia yang putra-putrinya juga berkilau. Entah itu yang berkiprah sebagai profesional bisnis, wirausaha, olahragawan, seniman, birokrasi publik, dan profesi lain (bisa dilihat di Tabel). Terlepas dari diskusi siapa saja yang terbilang keluarga sukses, sesungguhnya yang sangat menarik mengurai mengapa keluarga itu (orang tuanya) bisa melahirkan generasi atau anak-anak yang sukses seperti itu. Mengapa ada keluarga yang sangat sukses seperti itu, tapi di lain tempat banyak keluarga yang sebagian kecil saja anggotanya yang sukses atau malah tidak ada sama sekali? Apa yang diberikan?

Sekali lagi, betapapun, meraih prestasi seperti itu pasti bukan pekerjaan mudah walau semua orang tua menginginkannya. Kita mungkin juga akan sepakat bahwa kesuksesan keluarga-keluarga itu tak jatuh dari langit alias bukan sebuah kebetulan. Ada kondisi dan prasyarat yang mengantarkan mereka ke gerbang sukses bersama-sama. Kalau orang tua saya tidak mendidik saya dengan baik, tidak mungkin saya bisa sampai seperti ini, ungkap Erry Firmansyah beberapa hari lalu.

Pernyataan Erry mengungkap hal menarik. Ada elemen-elemen penting di masa lampau yang mengukir dirinya dan saudaranya hingga kemudian menjadi modal sukses berkarier di kemudian hari, khususnya di BUMN. Yakni, faktor pendidikan orang tua. Pernyataan Erry sebenarnya sangat paralel dengan pendapat Malcolm Gladwell, sebagaimana tertuang dalam buku terbarunya Outliers (diterbitkan Litte Brown, 2008) yang cukup menjadi perbincangan publik karena mementahkan paradigma orang sukses yang selama ini berkembang. Malcolm sebelumnya juga membuat heboh dengan bukunya, Tipping Point dan Blink.

Malcolm tak setuju pada pendapat bahwa orang-orang yang sukses seungguhnya karena faktor-faktor yang ada dalam dirinya sendiri seperti kepribadian (personality) dan kecerdasan (intelligence). Paradigma lama selalu mengatakan driving force sukses adalah pada faktor-faktor individual. Padahal, menurutnya, kita bisa mencapai kesuksesan yang semakin banyak dengan cara mencari lingkungan yang memungkinkan orang-orang meraih kesuksesan. Bisa dari budaya yang ada di sekitarnya dan bagaimana orang tuanya hidup dan memberi ruang. Successfull people are people who have made the most of series of gifts that have been given to them by their culture and their history, Malcolm menjelaskan.

Orang-orang sukses yang dia sebut sebagai para outlier itu memiliki sejarah dan budaya yang sangat mendukung dan mengantarkannya menjadi orang atau keluarga sukses. Premis Malcolm, kalau ingin sukses, bukan semata-mata mengandalkan intelijensi, tapi juga menciptakan budaya dan lingkungan yang kondusif, termasuk budaya dan lingkungan keluarga (orang tua).

Malcolm antara lain mengambil contoh Bill Gates, salah satu orang terkaya dunia saat ini. Sejarah Bill menunjukkan, wajar dan masuk akal bila dia sukses berbisnis dan menjadi superjenius komputer. Ketika usianya 13 tahun (1969), Bill sudah belajar di sebuah private school di Kota Seattle yang punya ruang komputer dengan mesin ketik jarak jauh dan terhubung dengan mainframe. Siapa saja bisa mengutak-atik (bermain-main) dengan masin ketik jarak jauh itu dan bisa melakukan programming secara real-time. Di saat itu, bahkan 99% universitas di Amerika belum punya alat ini, kata Malcolm.

Lalu, ketika berusia 15 tahun, Bill dan mitranya Paul Allen mendapati kenyataan bahwa ada sebuah mesin komputer mainframe di Universitas Washington yang menganggur setiap pukul 2 dinihari sampai pukul 6 pagi. Keduanya lalu bangun pada jam fajar itu dan mengutak-atik pemrograman. Pemuda lain tidak melakukannya karena tidak mendapati fasilitas itu, atau setidaknya tidak tahu. Jadi, di usia itu Bill sudah rutin belajar programming empat jam per hari. Tak mengherankan, ketika usianya 20 tahun, dia punya pengalaman yang jauh lebih banyak ketimbang orang lain sehingga posisi start-nya jauh lebih bagus ketimbang pelaku lain ketika bisnis komputer mulai booming.

Kesempatan, lingkungan dan sejarah mengantarkan Bill sebagai jago programming hingga kemudian lahirlah Microsoft yang membawanya terbang kaya raya. Malcolm hanya ingin menjelaskan, ada faktor sejarah dan lingkungan — termasuk lingkungan keluarga dan orang tua — yang menjadi driving force kesuksesan. Dan tampaknya, pandangan Malcolm itu juga tetap relevan untuk menjelaskan realitas keluarga-keluarga sukses di Indonesia. Mungkin bisa mengambil contoh keluarga Sri Mulyani yang 9 saudaranya dan dia sendiri berkarier dengan baik di bidang masing-masing dan rata-rata lulus S-2 dan S-3.

Menurut Mbak Ani, demikian Sri Mulyani disapa kolega dekatnya, sejak dini bapak-ibunya sudah membiasakan anak-anaknya untuk bersuara, menceritakan yang mereka alami hari itu. Tiap anak boleh bercerita, bapak-ibunya pun demikian, bercerita tentang pekerjaan. Jadi, kami terbiasa juga dengan cerita bapak-ibu tentang rekan-rekannya apabila sedang ada masalah, atau mahasiswa yang pintar, mahasiswa bego, mahasiswa yang kurang ajar, dan mahasiswa yang nasibnya perlu dikasihani. Dari cerita itu muncullah nilai-nilai yang bisa diambil sebagai pelajaran, tutur Sri Mulyani..

Contoh lain, soal kebiasaan membaca. Kebiasaan ini juga ditanamkan dari kecil dan dijadikan semacam hobi. Kalau pagi di rumah datang koran Suara Merdeka, kami langsung rebutan membacanya. Demikian juga majalah-majalah seperti Kuncung dan Gadis, katanya. Bahwa kemudian rata-rata anaknya berkembang menjadi sangat artikulatif (pandai berbicara), itu karena orang tuanya memang sudah mengondisikannya dari kecil.

Pola seperti itu ada kemiripan dengan keluarga Noto Husodo Widodo. Seperti dikatakan Joyce, putri drg. Noto yang juga dokter gigi, lingkungan keluarga yang diciptakan ayahnya sangat mendorong anak-anaknya menjadi dokter gigi. Tempat tinggal ayahnya sekaligus dijadikan tempat praktik. Anak-anaknya semasa kecil biasa menghabiskan waktu di klinik sehingga akrab dengan peralatan kedokteran gigi. Bahkan, belajar dan mengerjakan PR juga di klinik.

Belum lagi ayahnya sering menghukum dirinya di dalam klinik. Terus, bila musim liburan tiba, sering membantu praktik dengan membersihkan peralatan. Karena sering melihat praktik, dirinya jadi terbiasa. Bahkan, ketika Joyce kuliah, juga saat ini, obrolan tiap bertemu ayahnya — misalnya saat makan bersama — tak jauh-jauh dari dunia dokter gigi. Papa sering menceritakan kasus-kasus yang dia temukan, kata Joyce.

Pentingnya penciptaan lingkungan yang kondusif seperti itu pun diakui Omar S. Anwar, Presdir PT Rio Tinto, yang saudara-saudaranya juga sukses berkarier di lembaga negara dan dunia bisnis. Menurutnya, kondisi sosial (lingkungan keluarga dan sekolah) sangat menentukan perkembangan dirinya. Dengan punya lingkungan seperti itu, kita akan terekspos. Sehari-hari mau tak mau menyesuaikan diri dengan kondisi tersebut, kata putra Chairul Anwar (alm.), Atase Perindustrian RI di Washington DC 1972-82.

Selain dengan menciptakan kondisi yang mendukung perkembangan anak, rata-rata keluarga sukses sangat kuat dalam menanamkan nilai-nilai positif dasar seperti disiplin, tidak malas, berusaha keras, sadar waktu, dan beretika dalam pergaulan bermasyarakat.

Soal kedisiplinan, sebut saja. Joyce mengakui ayahnya memberlakukan peraturan yang cukup keras. Sejak kecil diajari berdisiplin. Bila jam pulang sekolah, harus tiba di rumah tepat waktu. Dalam pergaulan pun demikian. Joyce tidak seperti remaja lain seusianya yang bebas bergerak ke mana saja. Kalau teman-teman lain bisa pergi nonton bareng, saya tak diizinkan. Papa tidak terlalu memberi kebebasan untuk pergi. Ini terutama saat masih SMP, ujar Joyce yang setelah SMA dan seterusnya tetap dikontrol orang tuanya.

Nilai-nilai senada juga ditanamkan ayahanda Mirta Kartohadiprodjo, Sutan Takdir Alisjahbana. Mirta teringat, pernah setelah ujian selama seminggu di masa SMA dia sedikit santai-santai karena merasa agak kelelahan. Dia mencoba sedikit bermalas-malasan, tapi apa daya, ayahnya memergokinya lalu menyuruhnya bangun. Dia tanya, Kenapa sih enggak ngapalin vocab Inggris? Kalau bisa 4-5 kata saja sehari dalam seminggu, kamu sudah dapat 40 kata baru. Perbendaharaan katamu akan banyak! kata Mirta yang kadang sebal dengan sikap ayahnya yang sangat keras dalam mendidik.

Didikan soal ketekunan dan kesadaran akan waktu juga dirasakan Hendarman Supandji (Jaksa Agung RI) bersaudara yang kini sudah jadi orang-orang mapan. Diceritakan Hendardji, Ayah saya sangat tak suka melihat pemalas. Kalau pukul 5 pagi belum bangun dan anak masih ngolat-ngolet, ayah saya pasti tidak suka. Pasti langsung disuruh bangun, mandi dan shalat! Hendardji teringat, pernah ada saudara sepupunya dari Tuban yang datang ke rumahnya. Melihat saudara tersebut tersebut hanya duduk, mengopi dan merokok ketika pagi, sang bapak langsung membentaknya sehingga ia tidak berani datang lagi. Ijih enom kok keset, mat-matan, seru ayahnya kala itu dalam bahasa Jawa yang artinya, masih muda kok malas, enak-enakan.

Selain menanamkan nilai sportivitas, keluarga sukses umumnya juga membiasakan anak-anaknya meraih prestasi sedari kecil. Mereka didorong menjadi yang terbaik di tempat masing-masing, dan bukan menjadi orang rata-rata. Arwin Rasyid, Presdir CIMB-Niaga yang juga mantan Presdir Bank Danamon dan PT Telkom, mengisahkan ayahnya yang sangat menekankan agar anak berprestasi.

Ayahnya sering mengingatkan, Di mana pun berada, carilah prestasi karena prestasi itu yang membawa ke kemakmuran. Kalau menjadi bankir, jadilah bankir yang baik! Kalau sukses jadi bankir yang baik, pasti dapat rumah dan mobil bagus. Jangan berpikir sebaliknya, bekerja di bank untuk mengejar rumah bagus dan mobil bagus. Yang kita kejar prestasi dulu! demikian pesan ayah Arwin.

Beberapa keluarga bahkan memacu semangat berprestasi dengan memberi sanksi. Mirta pernah dikurung ayahnya selama 7 jam gara-gara ada nilai rapor yang jelek. Sementara Ongki P. Soemarno pernah kena pecut gara-gara ada nilai merah di rapornya saat kelas 1 SD. Wuuuh… bapak saya galak banget, keras! kata Ongki. Orang tuanya juga tidak pernah memberikan sesuatu dengan mudah kepada anak-anaknya. Anak-anak diminta untuk berjuang dulu, tak diberikan begitu saja. Awalnya, kami frustasi. Saya sampai tak pacaran waktu SMA hingga kuliah, ujar pria yang menikah di usia 23 tahun itu.

Anak-anak juga didorong agar senang berkompetisi. Orang tua Omar S. Anwar, misalnya, menyekolahkan Anwar di luar negeri yang iklim kompetisinya baik. Lingkungan sekolahnya sangat mendukung berkompetisi. Mereka berkompetisi, berlomba-lomba untuk mendapat nilai yang bagus sehingga saya juga ikut arus itu, tutur Omar.

Selain itu, sisi pengembangan emosi dan sosial anak juga mulai dibangun. Arwin mengaku, ayahnya selalu menekankan pentingnya ketenangan jiwa (hidup), bukan semata-mata kekayaan. Lalu, jangan menilai orang dari kekayaan, tapi dari strength of the character and the size of the heart. Juga, harus berpegang teguh pada prinsip yang bersifat universal. Prinsip itu antara lain konsekuen, menepati janji, jujur, berjiwa besar, tidak mengambil hak orang, tidak ngomongin orang di belakang dan tidak main sikut.

Juga, jangan minder dan harus menghormati semua orang. Kami harus punya pendirian dan fair kepada siapa pun, ujar Arwin. Tak mengherankan, dalam memaknai sukses pun orang tua Arwin agak berbeda. Sukses adalah apabila kita dapat memperoleh rasa damai pada diri kita sendiri, mencapai target yang kita tentukan, dan bisa memberikan kontribusi kepada lingkungan kita, baik keluarga maupun konteks yang lebih luas seperti saudara yang kurang mampu, Arwin mengungkapkan.

Dari sisi gaya hidup, meski sebagian datang dari keluarga mapan, mereka dididik hidup sederhana. Mereka dibiasakan tak berlebihan dan efisien. Ongki, Ari dan Rini pun demikian. Mereka dididik mandiri. Bapak saya selalu menekankan, jangan mudah minta tolong sama orang. Jangan membebani orang lain. Itu sudah mendarah daging di keluarga kami,k ata Ongki. Jadi, walau bersekolah di Belanda, mereka sudah bekerja sejak SMP. Liburan diisi dengan bekerja di toko buku atau pabrik permen. Semua anak punya pengalaman kerja waktu masih muda. Kami punya karakter sama: tidak mau buang waktu di masa muda, Ongki menjelaskan.

Yang juga tak kalah penting, rata-rata keluarga sukses mencoba mengalihkan anak-anaknya dari pergaulan yang kurang kondusif dengan memberi kegiatan ekstra yang positif: berolah raga untuk membangun sportivitas, kursus, dan sebagainya. Sri Mulyani tak menampik, ketika menuju dewasa, dia dan saudaranya didorong aktif di sekolah daripada bergaul dengan lingkungan yang tak kondusif. Kami dibiasakan ikut olah raga dan kesenian selain belajar di sekolah. Tujuannya, agar energi tersalurkan melalui kegiatan positif, ujar Sri Mulyani yang biasa ikut kegiatan bola voli, basket, pramuka, hiking, Palang Merah Remaja dan paduan suara.

Hal yang sama terjadi di keluarga Supandji. Diceritakan Hendarti Permono Supandji, di keluarganya tiap anak diharuskan memiliki hobi. Olah raga dan musik merupakan dua bidang yang diutamakan ayahnya. Pada hari tertentu kami dibangunkan pukul 5 pagi. Bapak sendiri yang mengendarai jip tentara membawa kami ke kolam renang di Secang yang jaraknya 30 km dari tempat tinggal kami di Magelang. Bapak melatih satu per satu anaknya berenang, katanya.

Lalu, tiap Minggu pagi, ada sopir dari Akademi Militer, Magelang, yang mengantarkan anak-anak untuk belajar piano dan biola. Jika sopir sedang berhalangan, kami naik bus dari Magelang ke Jogja, kata Hendarti. Sebetulnya, ia sempat kesal mengapa tak bisa bebas bermain seperti anak-anak lain, tapi kini ia mengerti bahwa langkah ayahnya benar. âہ“Manusia tak hanya dikembangkan dari kecerdasan otak saja, tapi juga kecerdasan lain seperti bermusik dan motorik. Kita tahu dari ilmu psikologi bahwa terdapat 12 kecerdasan yang semuanya harus dilatih, paparnya.

Tentu saja, orang tua tidak boleh egois. Menuntut anak berprestasi, tapi mereka tak mau berkorban. Bila diamati, tampaknya keluarga dengan anak-anak yang sukses diawali dari orang tua yang berkomitmen dan siap berkorban demi mengantar anak-anaknya menggapai masa depan.

Contoh menarik di keluarga Markis Kido, juara ganda Olimpiade Beijing yang saudara-saudaranya juga atlet nasional bulu tangkis. Markis menceritakan, pengorbanan orang tuanya sangat besar, sehingga dia dan saudara-saudaranya punya semangat berkobar untuk mencapai prestasi. Setiap mau latihan, pagi-pagi semua anak sudah dibangunkan, digendong dan dimasukkan ke mobil satu demi satu. Semangat orang tuanya itu membuat Markis tak ingin menyia-nyiakan kesempatan. Orang tua saya sampai harus mengeluarkan biaya sendiri untuk mengikuti berbagai turnamen. Bahkan, orang tua kami langsung yang mengantar, baik ketika tanding di dalam maupun luar negeri, katanya.

Kesediaan berkorban juga diwujudkan dengan memberikan dukungan dan fasilitas, baik materiil seperti peranti pendidikan dan belajar ataupun nonmateril seperti suasana dan budaya keluarga. Orang sukses rata-rata lahir dari orang tua yang meyakini paradigma bahwa pendidikan sangat penting. Keluarga Omar S.Anwar dan Soemarno juga seperti itu.

Ongki P. Soemarno menjelaskan, orang tuanya sangat percaya pentingnya pendidikan. Bapak saya percaya sekali beliau bisa menjadi gubernur, sekjen, dan menteri karena pendidikan. Bapak tidak punya tujuan menjadikan kami sebagai pengusaha karena ambtenar tulen. Bukan materi, yang penting pendidikan, kata pria yang lulus magna cumlaude dari Harvard University itu (program MBA). Untuk itu pula, orang tuanya bersusah-payah membiayai anak-anaknya ke luar negeri.

Yang tak ketinggalan, tampaknya para orang tua tersebut juga terus menstimulai putra-putrinya untuk berkembang sesuai dengan minat masing-masing alias tidak membiarkan anak tumbuh tanpa arah. Orang tua Arwin Rasjid gemar mengajarkan kepada anak-anaknya untuk rajin membaca buku-buku biografi orang terkenal dan orang sukses. Arwin pun mengaku sangat senang dengan kebiasaan itu. Ia menandaskan, dengan membaca biografi orang-orang besar, juga berbagai artikel yang mendorong pengembangan kepribadian, kita menjadi banyak belajar. Bagaimana dengan keluarga Anda?

BOKS:
yang Harus Diberikan Orang Tua:
Memberi kesempatan berkembang sesuai dengan minat dan bakat
Menciptakan suasana agar anak bisa fun dan enjoy dalam pengembangan diri
Menanamkan nilai-nilai positif dasar (kerja keras, disiplin, sadar waktu, dll.)
Membekali anak dengan pendidikan formal memadai
Menumbuhkan keterampilan sosial dan intelektual
Mendorong semangat berkompetisi dan berprestasi
Membiasakan anak berjuang dulu dalam meminta sesuatu
Melatih dengan memberi lebih banyak tanggung jawab

Yang Tak Boleh Dilakukan:
Mengarahkan anak tanpa melihat konteks lingkungan dan zamannya
Memaksanakan minat anak sesuai dengan kehendak orang tua
Menuruti semua permintaan anak
Menganggap anak tak berpotensi sehingga lebih banyak mendidik dengan memerintah
Banyak menuntut kepada anak sementara orang tua tak mengimbangi dengan pengorbanan

Wednesday, September 26, 2012

What's in a dream?

today i wake up with a very strange feeling. I've just dreamt about someone which don't even close to me . And this happened twice!
Some people says that "if someone comes into your dream, it means she/he misses you."

Miss? How can? I believe the person in my dream also don't know me a single thing. Ah maybe this is JUST a random dream. Whatever.

Tuesday, September 25, 2012

Free Time Schedule

skalian untuk me-recall kapan aja saya punya waktu kosong, sekarang saya tulis aja kapan saja saya bisa diganggu.
Selasa: 7-11
Rabu: 10-12
Kamis: 11-18
Jumat:10-18
Sabtu:11-18
Minggu tentatif

Aku menulis tentang menulis

Dasar saya emang anak yang super moody. bahkan dalam hal menulis aja, butuh mood yang pas supaya bisa   menulis dengan lancar.

Sudah berapa lama saya ga pernah lagi menyentuh blog. jangankan menulis, membuka saja tidak. Entah kenapa. Ada rasa rindu yang dalam untuk menulis, tapi lebih banyak rasa takut jika tercipta tulisan yang buruk rupa.

Sejumlah orang sudah berulang kali menanyakan kepada saya: kapan blog nya di-update lagi? jawaban saya selalu sama: hahaha, nanti ya, lagi sibuk nih. Padahal sibuk hanyalah sebuah tameng dari keengganan saya menciptakan suatu tulisan yang buruk.

Tapi berbeda dengan siang ini, entah kenapa sepertinya sifat melankolis saya lebih keluar, mengakuisisi semua sifat si sanguin yang lebih suka bercerita lisan. Saya ingin menyendiri, bersama laptop, dan curhat disini.

Terhamparlah sekarang, sebidang petak putih yang menanti untuk diisi, dan tombol orange yang siap menampilkan tulisan saya di dunia maya ini. hem entahlah apa yang mau saya tuliskan, saya hanya ingin membiarkan tangan ini menari-nari di atas keyboard, menarikan tarian kerinduannya akan tulisan.

disini suara hiruk-pikuk. orang-orang saling mengobrol satu dan yang lain. saya cuma mojok di pojokan, dengan modal modem dan daya listrik, membiarkan diri (kecuali jemari saya) mematung dan merenung, mengosongkan diri dengan memindahkannya ke kanvas digital ini.

entah apa yang saya tulis. saya tidak ingin menulis tentang apapun. saya hanya ingin menulis. saya tidak peduli akan komentar orang akan tulisan saya, apakah bagus atau tidak. saya hanya ingin memuaskan kerinduan saya akan gairah menulis. saya kangen menulis lagi.

mungkin sudah berulang kali janji ini saya ucapkan. tapi semenjak hari ini, kapanpun koneksi internet lancar, saya akan menulis dan terus menulis. saya ingin menulis demi hidup saya. jika tidak ada orang yang mau mencatat sejarah saya, maka biarlah saya mencatat sejarah saya sendiri.

saya menulis tentang menulis.

Friday, August 03, 2012

Mahasiswa ITB: Pilih Mata Kuliah Apa Yaa?

Mungkin kalian sekarang lagi bingung mau ambil mata kuliah apa. sama. saya juga. sempat dilema mau mendahulukan nilai atau ilmu, paket A atau pengetahuan.

Hemm, ini dilematis banget loh kawan2, terlebih disaat IP kamu ngepas dan kamu butuh peningkatan nilai signifikan biar IPK bisa bersaing pas ngelamar kerja.

Saya dilema, antara memilih mata kuliah (yang katanya) paket A atau mata kuliah yang memberi ilmu yang (menurut saya) bakal penting banget buat kehidupan profesional saya.

Beberapa teman menyarankan mata kuliah ini itu yang katanya paket A, saya pun tergoda.
tapi pada akhirnya, keyakinan saya cukup teguh untuk ga ngambil suatu mata kuliah hanya karena disebut2 sebagai paket A, idealisme saya lebih keras untuk mencari ilmu di tahun terakhir di ITB.

Ini tahun terakhir saya di ITB, tahun terakhir di teknik kimia. Tahun depan, saya ga berhak belajar disini, karena saya sudah "diusir". Menyadari ini, tiba-tiba saya merasa sangat sayang jika saya mengambil mata kuliah yang ilmunya minim tapi nilainya bagus. Sayang uang dan waktu yang saya habiskan.

Tapi orang beda-beda, karena emang tujuan hidup tiap orang beda. Saya ga pernah memandang sebelah mata teman2 yang rebutan mata kuliah paket A, saya tetap menghargai mereka. Mungkin mereka memang minat dengan mata kuliah itu, atau mungkin mereka punya strategi tersendiri.

Kalo kamu bagaimana? Ilmu atau nilai?

Monday, July 30, 2012

Tuhan Bersama Mahasiswa Tingkat Akhir

Ini tulisan salah seorang teman saya, yang sudah saya anggap abang saya sendiri. Beliau adalah Richard Arnold, teknik kimia ITB 2008, Mahasiswa Berprestasi FTI ITB 2011.


Karena hanya dengan perencanaan engkau dapat berperang, dan kemenangan tergantung pada penasihat yang banyak. (Amsal 24:6)

Shalom adik-adik, apa kabar?
Waah, tak terasa yah akhirnya kalian sampai juga di tahun terakhir. Gelar “Mahasiswa Stress Tingkat Akhir” alias SWASTA pun dalam hitungan hari akan dianugerahkan kepada kalian. Lalu bagaimana, sudahkah kalian merencanakan masa depan kalian? Seperti kata amsal, perencanaan adalah bekal kita untuk berperang dan seperti kata amsal yang sama, kemenangan dalam peperangan itu dipengaruhi oleh nasehat-nasehat yang kita pegang. Untuk itu, melalui tulisan ini, izinkanlah Abang berbagi pengalaman. Apa yang baik asalnya dari Tuhan, terimalah sebagai nasehat, sementara yang buruk, asalnya dari Abang, pilahlah dengan bijaksana.

Oke, secara garis besar, isu terhangat bagi seorang swasta adalah (1) studi, (2) pemuridan, (3)what next, dan (4) TH. Mari kita bahas satu per satu, here we go…


(1) Studi
Jika ada pertanyaan seperti ini diajukan kepadaku, “apabila kamu diberi kesempatan untuk mengulang 4 tahunmu, dua hal apa yang ingin kamu perbaiki,“ maka aku akan menjawab salah satunya adalah studiku. Kalaupun aku meraih IPK 4.00, aku akan tetap memberi jawaban yang sama karena studi adalah pelayananku yang utama selama kuliah. Memang ada beberapa orang yang berkuliah tetapi panggilan utamanya bukanlah studi, tetapi itu kasus khusus, aku yakin bahwa bagi sebagian besar kita, studi adalah pelayanan kita yang utama.

Studi adalah pelayanan kepada Allah. Sayangnya, kita cenderung menjadikan studi untuk melayani diri sendiri. Kita belajar hanya untuk nilai dan bukan untuk Tuhan. Pernahkah kita berdoa sebelum belajar atau sebelum mengerjakan PR? Kalau sungguh kita sadar bahwa studi adalah pelayanan maka kita akan selalu memulainya di dalam doa. Ibarat pendeta selalu mengawali khotbahnya di dalam doa demikian juga kita harus berdoa sebelum belajar. Jadikanlah belajar sebagai mezbah penyembahan kepada Allah. Dengan demikian, setiap proses belajar akan bernilai kekal karena di dalamnya selalu ada perjumpaan dengan Allah. Dan di mana ada perjumpaan dengan Allah di sana ada pengenalan akan Allah yang semakin dalam.

Studi adalah berkat dari Allah. Sayangnya,kita cenderung menganggapnya sebagai beban. Artinya, berkat yang seharusnya kita syukuri justru kita anggap sebagai pengganggu. Bayangkan bila hadiah yang kita siapkan untuk seseorang dengan ketulusan hati, yang kita harap bisa membuat orang itu senang, ternyata ditolak mentah-mentah. Pasti perasaan kita tertusuk. Demikian juga perasaan Allah ketika berkatnya justru kita terima dengan sungut-sungut. Ayo,nikmatilah studi sebagai berkat dan perjuangkanlah itu sebagai pelayanan kita.

Segala sesuatu yang dijumpai tanganmu untuk dikerjakan, kerjakanlah itu sekuat tenaga(Pengkhotbah 9:10)

Mengenai tugas akhir, apa yang ada di benak kalian ketika mendengar “TA”? Apapun itu, buanglah jauh-jauh paradigma TA itu menyeramkan. Percayalah, TA is supposed to be hal yang menyenangkan. Di sinilah kita bisa benar-benar mendalami bidang yang sesuai dengan minat atau tujuan karir kita. Di sinilah kita bisa mencicip sedikit rasanya menjadi seorang ahli.

Hal tersulit dalam pengerjaan TA adalah “mengumpulkan semangat untuk mengerjakannya” dan kuberitahu dari sekarang bahwa hal itu tidaklah mudah karena kecenderungan kita saat mengerjakan TA adalah menunda-nunda pekerjaan. Belum lagi tantangan dari mata kuliah lain atau kursus bahasa. Oleh karena itu, Abang sarankan untuk lebih memadatkan kuliah di semester 7 sehingga semester 8 lebih leluasa untuk pengerjaan TA.

(2) Pemuridan
Jika aku diberi kesempatan untuk mengulang waktu dan memperbaiki dua hal saja, maka selain studi, aku ingin membangun pemuridanku. Aku tidak bermaksud membanding-bandingkan pemuridan dengan jenis pelayanan lain tetapi aku yakin apapun yang ada di benakmu saat ini, suatu saat kau pasti akan sepakat denganku bahwa “the best goal setting is to change people’s life”dan itu semua bisa kita lakukan di dalam pemuridan.

Ada sebuh lagu yang sangat menggugah hati…
Biar penerus kita kenal kita setia
Api pengabdian kita terangi jalan
Biar jejak langkah kita, tunjukkan iman
dan gugah mereka ‘tuk hidup patuh
Biar penerus kita kenal kita setia

Ingatlah akan pemimpin-pemimpin kamu, yang telah menyampaikan firman Allah kepadamu. Perhatikanlah akhir hidup mereka dan contohlah iman mereka(Ibrani 13:7)
Inilah pesan Tuhan bagi adik-adik PA-mu mengenai kamu :)

Oleh sebab itu, sebelum memasuki tahap swasta ini, perbaharuilah kembali komitmen pemuridan kalian. Apapun kesibukan kalian nanti, luangkanlah waktu untuk bertemu dengan anak-anak rohani kalian. Percayalah, akan tiba masanya di mana setelah lulus kalian akan berharap diberi kesempatan untuk memuridkan lebih baik lagi… jadi, mengapa tunggu setelah lulus? 

Abang tahu tidak semua pembaca tulisan ini sedang memuridkan. Bagi kita semua, Abang hanya ingin mengingatkan bahwa pemuridan adalah inti sari dari Amanat Agung. Dengan demikian setiap orang percaya harus memuridkan. Kita tidak memuridkan supaya diselamatkan tetapi kita diselamatkan supaya memuridkan. Namun, Abang punya kabar yang mungkin cukup melegakan, tapi tolong jangan anggap ini sebagai suatu pembenaran atas pilihan kalian untuk tidak memuridkan. Kabar itu adalah “ladang pelayanan utama seorang percaya adalah di rumah tangganya kelak, dengan demikian pemuridan utama kita adalah kepada anak-anak kita nanti”. Inilah yang dipegang oleh Bapak-Bapak gereja, tentu saja perkecualian bagi mereka yang berkomitmen untuk selibat. Well, puji Tuhan karena kesempatan kita untuk memuridkan tidak Tuhan tutup dengan segera. Namun tetap saja, tidak memuridkan selama kuliah, bagi Abang pribadi, adalah keputusan yang seharusnya tidak dipilih. Ayo, masih ada satu tahun. Berilah dirimu dimuridkan dan belajarlah memuridkan.
Dan orang-orang bijaksana akan bercahaya seperti cahaya cakrawala, dan yang telah menuntun banyak orang kepada kebenaran seperti bintang-bintang, tetap untuk selama-lamanya. (Daniel 12:3)

(3) What next, gawe ato S2???
Berdoa dan bergumullah bersama Tuhan dan jika memungkinkan segeralah putuskan jalan mana yang akan kalian pilih. Keduanya tentu saja baik jika kita memiliki alasan yang kuat untuk mengambilnya. Namun, tanpa bermaksud mengucilkan para S2-wan, Abang ingin memberitahu bahwa pada umumnya kerja dulu baru S2 lebih baik daripada S2 dulu baru bekerja. Orang yang bekerja dulu lalu S2 pada umumnya lebih matang dan menikmati perkuliahan di S2 karena mereka sudah familiar dengan objek yang dipelajari. Sama halnya kita akan jauh lebih mengerti dan menikmati perkuliahan setelah kita melewati kerja praktek.

Mengenai S2… Persiapan S2, apalagi fast track, sudah harus dilakukan dari semester 7. Untuk S2 keluar negeri, kita harus melewati tahap mencari universitas, mencari beasiswa, menyusun proposal riset (in English), email-emailan dengan Professor calon advisor, kursus TOEFL, paspor, dan sebagainya. Belum tentu nilai TOEFL langsung mencukupi dalam sekali tes, belum tentu univ yang diinginkan menerima, sehingga kita harus mencari univ lain. See? Jika ada waktu yang paling tepat untuk mempersiapkan S2, sekaranglah saatnya. Jangan sampai urusan S2 mengganggu TA kita nantinya.

Mengenai pekerjaan… Setiap kalian pasti memiliki idealisme yang berbeda-beda mengenai pekerjaan. Ada yang hanya ingin bekerja di BUMN, ada yang hanya ingin di multinasional, ada yang menjadikan minat sebagai prioritas, ada yang menjadikan gaji sebagai yang terutama, ada yang ingin bekerja di kantor, ada yang ingin bekerja di lapangan. Well, apapun idealisme kalian pikirkanlah kembali apakah kalian yang mengatur idealisme atau idealisme yang mengatur kalian. Saran Abang, jika idealisme itu tidak ada di Alkitab, maka kita tidak harus mempertahankannya sampai mati.

Back to topic… Normally, perusahaan yang akan membuka lowongan saat job fair sangatlah banyak. Namun, sebenarnya kalian tidak harus menunggu job fair di bulan kelulusan kalian untuk melamar kerja. Ada beberapa perusahaan yang sudah mengizinkan mahasiswa semester 7 atau 8 untuk melamar dan mungkin saja perusahaan yang kalian inginkan adalah salah satunya. Oleh sebab itu, mulailah sejak dini untuk mencari informasi tentang perusahaan yang kalian inginkan, baik dari website dan terutama dari teman atau senior.

Gunakanlah waktu luang untuk membuat CV dan template cover letter sebagai persiapan jika tiba-tiba ada lowongan yang bisa kalian apply. Mendaftarlah di career centre untuk up-date harian mengenai perusahaan-perusahaan yang sedang membuka lowongan pekerjaan. Sebenarnya Oktober ini kalian sudah bisa mengikuti job fair, bahkan beberapa teman Abang mendapatkan pekerjaan dari job fair Oktober ketika mereka masih semester 7, namun cara ini tidak Abang sarankan karena masih banyak orang yang jauh lebih urgen membutuhkan pekerjaan dibandingkan kalian saat ini.

Ingat, IP itu sangat dipertimbangkan. Oleh sebab itu, fokuskanlah dua semester terakhir kalian ini untuk memperbaiki IP. Mengenai organisasi, tidak perlu aktif di banyak tempat, satu pun cukup asalkan posisi kita strategis di organisasi itu. Menjadi asisten dan mengikuti proyek dosen juga akan memberikan nilai lebih di mata perusahaan di samping tentu memberikan pengalaman yang berharga dan juga sedikit pemasukan. Beberapa perusahaan akan mempersyaratkan sertifikat TOEFL, paper based test dengan skor 500 biasanya sudah sangat cukup. Namun yang lebih wajib adalah kelancaran berbahasa Inggris terutama bagi mereka yang ingin bekerja di perusahaan multinasional. Skor 500 umumnya bisa diraih tanpa kursus sehingga jika ingin hemat, tidak perlu les TOEFL, ambil saja les conversation jika tujuan kalian adalah bekerja. Mau lebih hemat lagi, otodidaklah!

Semester 7 biasanya santai tapi saat semester 8 datang tidak ada lagi waktu untuk bersantai. Ketika kesibukan TA melanda, tidak ada lagi kepikiran untuk membuat CV dan cover letter. Alhasil, jika tidak bersiap-siap, job fair April bisa terlewat begitu saja padahal kalianlah yang akan menjadi peserta utama di sana. So, siapkanlah dari sekarang!

Look, semua yang Abang sampaikan di sini tidak ditujukan untuk membuat kalian ambisius atau terlalu kuatir akan dunia kerja. Still, studilah prioritas utama kalian. Inti dari semua ini adalah supaya kita lebih berjaga-jaga dan supaya kebiasaan-kebiasaan yang kurang produktif selama ini bisa diubah menjadi persiapan-persiapan masa depan yang jauh lebih berguna dan MEMBANGUN. Setiap obrolan atau persiapan akan masa depan dan karir menjadikanku lebih dewasa, mengingatkanku untuk membalas kebaikan orangtua, membangun bangsa, mulai memikirkan akan rumah tangga (seharusnya topik seperti ini tidak terlalu tabu lagi bagi seorang swasta), dan menggumuli kembali visi hidupku. Grow up!!!
    
(4) Teman Hidup
Waduh, sebenarnya Abang ga bisa berteori apa-apa mengenai hal ini. Tapi yang jelas, masalah TH pasti akan menjadi salah satu topik utama dalam obrolan kalian, apalagi dalam obrolan anak-anak persekutuan. Satu hal yang bisa Abang sampaikan untuk kalian adalah ini:
JANGAN kamu membangkitkan dan menggerakkan cinta sebelum diingininya! (Kidung Agung 3:5)

Banyak orang yang tersandung dalam lubang ini. Mereka kira mereka sedang jatuh cinta, mereka pikir inilah saatnya bagi mereka untuk menjalin cinta eros yang Tuhan anugerahkan, suatu hubungan yang menyenangkan Tuhan jika dijalani dengan baik. Namun mereka tidak sadar bahwa yang mereka lakukan adalah membangkitkan dan menggerakkan cinta sebelum waktunya. Alhasil, tidak jarang persahabatan menjadi rusak karena PDKT yang prematur atau karena sang pendekat TIBA-TIBA “terbangun” dan sadar bahwa dia sebenarnya tidak cinta pada orang yang didekatinya. Dia naksir, lalu setelah mengenal dan mendapati adanya ketidakcocokan, perasaan suka itupun hilang dengan sekejap.

Saat paling tepat bagi dua insan untuk menjalin cinta eros adalah ketika keduanya penuh oleh kasih Allah. Ketika seseorang sudah penuh oleh kasih Allah, dia tidak membutuhkan orang lain untuk membuat dirinya utuh. Dengan kata lain, saat paling tepat dua insan menjalin hubungan justru adalah ketika keduanya merasa tidak membutuhkan pasangan. Tuhanlah yang tahu kapan kita membutuhkan pasangan hidup dan Dialah yang berinisiatif mempertemukan kita dengan pasangan hidup kita.

Kisah Adam dan Hawa adalah contoh yang tepat. Panggilan hidup Adam adalah merawat taman Eden sambil memberi nama semua spesies di taman itu. Sebelum Hawa hidup, Adam sudah menjalani panggilannya dengan setia. Dia tidak merengek meminta seorang penolong dan bisa dibilang Adam merasa tidak membutuhkan pasangan. Namun, di saat Adam merasa tidak membutuhkannya, Tuhanlah yang melihat bahwa sesungguhnya Adam membutuhkan seorang pasangan. Akhirnya, Tuhan menciptakan Hawa untuk MENOLONG Adam tetapi bukan untuk membuatnya utuh. See? Tuhanlah yang tahu kebutuhan kita, Tuhanlah yang berinisiatifmempertemukan kita dengan pasangan hidup kita asalkan kita menjalani panggilan hidup kita dengan setia.
Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya (tunaikan panggilan hidupmu), maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu. (Matius 6:33)

Pasangan hidup ada untuk menolong kita menjalani panggilan hidup kita. Dengan kata lain, jika hubungan cinta justru bersifat destruktif dan menghambat kita menjalani panggilan hidup kita, yang dalam hal ini adalah studi dan TA, maka mungkin ada dua alasan, dia bukan untuk kita atau saat ini bukanlah waktu yang tepat.

Ujilah segala sesuatu… Bagaimana kita menguji perasaan cinta yang kita rasakan? Salah satunya adalah dengan KESABARAN DALAM MENANTI. Cinta sejati yang Tuhan anugerahkan pastimemampukan dua insan untuk bersabar dan mengendalikan diri, sama seperti Yakub dan Rahel yang bersabar selama 14 tahun. Jika cinta itu justru membuat kita tidak sabaran dan tak mampu mengendalikan diri, mungkin saja cinta itu asalnya bukan dari Tuhan. Bersabarlah, tunggulah waktu yang tepat, jika kita tergesa-gesa, banyak orang yang bisa sakit hati pada akhirnya J

Hemmm, Oke, sekian dulu dari Abang. Jika ada kesempatan, kita bisa ngobrol langsung yah, hehehe….
Semangat semuanya


Rancangan terlaksana oleh pertimbangan, sebab itu berperanglah dengan siasat. (Amsal 20:18)

Rancangan orang rajin semata-mata mendatangkan kelimpahan, tetapi setiap orang yang tergesa-gesa hanya akan mengalami kekurangan. (Amsal 20:5)

Listen to your elder’s advice, not because they are always right but because they have more experiences of being wrong…

Soli Deo Gloria, GBU