Thursday, October 11, 2012

Evaluasi 8 tahun Kepemimpinan SBY di Bidang Pangan


Evaluasi 8 Tahun Kepemimpinan SBY di Bidang Pangan

Hingga kini, penanganan pangan nasional belum juga teratasi.  Menjadi sangat ironi, negara agraris dengan tanah yang begitu subur, hampir semua produk pangannya impor. 

1.      Hingga saat ini reformasi di bidang teknologi pangan belum ada realisasinya.
Contoh: pada produksi padi, industri gula, garam, dan agrarian lainnya.
a.       Produksi Padi
Pemerintah memang sudah mencangkan perluasan lahan (ekstensifikasi) pada 2014, tapi belum ada improvisasi dari segi intensifikasi pertanian. Padahal sudah ada teknologi-teknologi, misalnya Padi SRI, yang dapat meningkatkan kapasitas produksi beras hingga 4x lipat per hektar.
Dalam metode dan penggunaan peralatan, mulai dari penanaman hingga panen, masih menggunakan peralatan yang sangat tradisional. Hal ini disebabkan oleh habitual petani yang sulit menerima masukan dalam bentuk pelatihan ataupun pemberian informasi mengenai teknologi baru. Selain itu, usaha yang dilakukan pemerintah dalam meningkatkan kapabilitas petani masih kurang merata di semua tempat.
b.      Industri Gula
Pabrik gula milik Indonesia sudah sangat berumur (bahkan mencapai 100 tahun). Namun hal ini tidak diiringi dengan peremajaan peralatan dan teknologi yang memadai. Hal ini menyebabkan rendahnya efisiensi produksi gula.
Sebagai contoh: Sugar Group Company (Gulaku), menghasilkan rendemen sebanyak 12% dari bahan baku. Untuk jumlah bahan baku yang sama, Industri Gula Indonesia hanya menghasilkan rendemen 7-8%.
Birokrasi untuk membuat pabrik gula di Indonesia sangat sulit. Sebuah pabrik gula harus memiliki lahan beberapa ribu hektar terlebih dahulu.
Dari ketersediaan bahan baku sendiri, Indonesia memiliki potensi yang lebih besar untuk menghasilkan gula aren. Sayangnya, produksi gula aren di Indonesia masih sangat minim. Selain itu, kebiasaan masyarakat Indonesia lebih banyak menggunakan gula pasir dari gula aren.
Dari sisi produksinya sendiri, sebenarnya akan lebih menguntungkan jika gula diproduksi dalam wujud cair. Ini karena dibutuhkan energi lebih untuk mengubah fasa gula dari cair menjadi padatan. Padahal dalam penggunaannya, gula lebih sering dipakai dalam wujud cair daripada padat.
Dalam pengolahannya, terdapat hasil samping (byproduct) dari pengolahan gula, berupa molasses. Molases ini merupakan bahan baku yang potensial sebagai bahan baku etanol. Sayangnya, molasses belum dapat dimanfaatkan dengan baik oleh industri gula Indonesia.
c.       Industri Garam
Indonesia merupakan Negara dengan garis pantai terpanjang di dunia. Mirisnya, Indonesia hingga saat ini masih mengimpor garam. Yang lebih parah, Indonesia belum memiliki industri garam yang terintegrasi dengan baik, yang ada hanyalah petani-petani garam yang bergerak secara individual.
Sebenarnya sudah banyak ahli di Indonesia yang menguasai teknologi pengolahan garam. Namun, sepertinya kepedulian pemerintah terhadap bidang produksi garam masih rendah. Padahal, jika dikembangkan, industri garam dan turunannya mampu memberikan profit yang baik bagi Indonesia.
Selain ketiga sektor di atas, sebenarnya masih banyak potensi industri pangan di Indonesia, seperti: kelautan (ubur-ubur, ikan sidat / unagi, rumput laut), dairy products (daging, susu), dll. yang belum sempat dikaji lebih lanjut oleh HIMATEK.

2.      Perbaikan jalan dan sarana transportasi.
Dari tahun ke tahun seolah-olah tidak nampak perubahan nyata yang lebih baik. Sebenarnya banyak pihak swasta yang bersedia untuk beriinvestasi pada pembangunan infrastruktur (jalan, jembatan, landasan udara, pelabuhan, dll). Namun, kebijakan / birokrasi dari pemerintah menyulitkan pihak swasta untuk membangun infrastuktur. Infrastruktur yang kurang memadai ini secara tidak langsung mengakibatkan penambahan biaya produksi pada industri pangan.

3.       Masalah kebijakan Impor dan Ekspor
a.       Impor
Pemerintah sangat terlihat mengambil jalan pintas untuk mengatasi krisis sesaat dengan kebijakan impor tanpa diimbangi dengan kebijakan strategis untuk menyelesaikan persoalan jangka panjang.
"Sikap kami dalam mengimpor (beras) adalah untuk berjaga-jaga karena banyak proyeksi dari sejumlah lembaga yang mengisyaratkan anomali cuaca akan lebih banyak terjadi pada masa depan, sehingga ada kekhawatiran pasokan pangan tidak mudah," kata Gita Wirjawan di Kementerian Perdagangan, Jakarta, Jumat.
Contoh: saat FAO mengumumkan akan terjadinya krisis pangan, Indonesia pada bulan September 2012 mengeluarkan kebijakan untuk mengimpor beras sejumlah 1 juta ton dari Myanmar.
Fakta:
·         Indonesia pada Januari hingga November 2011 mengimpor beras sebanyak 2,5 juta ton dengan nilai 1,3 miliar dolar AS dari negara seperti Thailand dan Vietnam.
·         Konsumsi beras Indonesia sebesar 140 kilogram per kapita per tahun.
·         Kementerian Pertanian pada 2012 menargetkan dapat memproduksi 67,82 juta ton gabah kering giling (GKG) yang sama dengan 37,98 juta ton beras dengan menggunakan lahan seluas 13,538 juta hektar.


b.      Ekspor
Saat ini, bahan pangan yang diekspor oleh Indonesia kebanyakan masih berupa barang mentah. Seperti halnya mineral, bahan mentah tersebut apabila diberi pemrosesan lebih lanjut, akan memberikan added value yang besar. Hal ini sangat merugikan Indonesia, dimana produk-produk jadi dari barang mentah tersebut diimpor kembali oleh Indonesia. Fenomena ini sebagian bukan disebabkan karena ketidakmampuan Indonesia untuk mengolah, tapi lebih disebabkan oleh kerangka berpikir masyarakat Indonesia yang ingin serba instan (dengan cara menjual bahan mentah untuk mendapat uang cepat).
Contoh:
Kakao. Indonesia merupakan produsen kakao nomor 3 di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana. Akan tetapi, industri cokelat di Indonesia yang ada di Inonesia hanya 1 (itupun milik swasta).

No comments:

Post a Comment

Feel free to put on your thoughts about my writings :)