Thursday, June 16, 2011

Internship: Day 2

Oke hari ini gue diajak sama bu Yus ke Lapangan. Lapangan means pabrik. Gue dibawa ke plant ASP 4. ASP 4 nya sendiri tuh belum jadi, melainkan masih dipasang-pasang, dirakit-rakit dan belum beroperasi sama sekali. Bahkan atapnya aja masih berupa rangka-rangka gitu aja (belum jadi atap beneran). Jadi otomatis belum bisa disebut sebagai plant. Untuk pertama kalinya seumur-umur saya ngeliat kompressor yang gede. Selama ini kompressor yang saya liat gedenya paling cuma selutut lebih dikit, buat kompressor pompa ban mobil punya tukang tambal ban :p
Terus gue ditunjukin yang mana yang nitrogen column, yang mana yang oxygen column, refrigerator (coolbox), compressor, turbin buat ekspansi, molecular sieves, dan beragam valves serta pipa. (eneg dengernya? Well, itu sumber duit saya di masa depan). Saya pun nanya-nanya ke si bu Yus tentang ini itu. Karena sebenarnya pemisahan gas itu baru di pelajarin di sistem utilitas di semester 5 (yang artinya gue belom dapet dan belum ngerti sama sekali, hahaha poor me ), gue jadi nanya banyak banget ke si ibu yus, yang jadi bingung sendiri (entah bingung gara-gara ga tau apa jawabannya atau bingung gara-gara kok ada anak ITB se-bego gue, hahhaha). Akhirnya setelah ngejelasin ini itu, beliau minta gue untuk nanya-nanya lebih lanjut ke bapak-bapak yang ada di sana aja. Siapa takut? *pamerin otot*
Dengan muka badak dan pura-pura polos gue asal nanya aja. Yang awal-awal gue tanya hádala: yang mana tangki nitrogen, yang mana tangki oksigen? Jawaban si bapaknya agak aneh, karena belum di-label-in, belum tau yang mana. Err, bagi saya itu agak absurd. Pas saya tengaktengok spec nya, ternyata kedua kapsul mahabesar itu emang sama persis, dan bisa dipake buat argon, oksigen, dan nitrogen, tergantung nanti dari settingannya. settingan maca mapa? Hem jadi gini *sok enjiner*, kan di dalem kapsul itu sebenernya terdapat evaporator dan heat exchanger. Naahhhh, si evaporator dan heat exchanger itulah yang diatur-atur. Kalo ngatur evaporator misalnya, beda antara nitrogen dan oksigen dalam suhunya (kan suhu oksigen dan nitrogen kalo mendidih kan beda, hehe). Nah si kedua column ini kerjanya paralel, barengan, berdasarkan kesetimbangan fasa (tiba-tiba inget pelajaran termonya pak Herri dimana Ptot = Xa.Pa sat + Xb.Pb sat, Ya = Xa.Pa sat / P tot). Makin bingung? Heah, entar deh penjelasannya dibawah ya *kalo inget*.
Selanjutnya yang gue tanya adalah tentang kenapa molécular sieves ada 2, kenapa ga 1 aja. Udah gitu, meskipun dua, kenapa kerjanya mesti gantian. Otak gamau ruginya gue tiba-tiba mengatakan itu adalah suatu pemborosan. Tapi ternyata saya salah. Huhahahahaa. Tujuan dibuat dua adalah biar absorben didalam molecular sieves itu bisa ada waktu untuk melakukan regenerasi. Nah lo apa itu absorben dan regenerasi? Hem, jadi di dalam kapsul molecular sieve masing-masing terdapat sejenis gel yang terbuat dari alumina. Apa itu alumina? Aduh, gue ga gitu inget, itu pelajaran kinetika katalisis (yang secara ajaib bisa dapet AB), pokonya alumina itu sejenis nikel dicampur-campur dengan yang lainnya. Biasanya alumina adalah bahan yang paling lazim dijadikan penyangga katalis, baru kali ini tau ternyata alumina bisa dijadiin absorben. Warna alumina itu putih kaya pasta gigi deh. Nah gel itu ada di dalam molecular sieve. Gel itulah yang nanti akan berperan untuk menyerap partikel-partikel selain nitrogen dan oksigen, yang dominannya adalah CO2, biar nanti pas masuk ke dalam nitrogen dan oxgen column si pengganggu ini ga merusak flow, hahahaa. Tapi kalo gel itu dipake nonstop, akan terjadi penurunan performa pada absorben, nanti kalau terjdi penurunan performa, bisa-bisa akan ada CO2 yang lolos, dan itu bahaya. Makanya sieve nya harus didiemin dulu (kalo di spec sih selama 3 jam) dan di re-aktivasi gel nya dengan menggunakan waste gas (entah gimana mekanismenya, mungkin gue harus tanya-tanya lagi), baru abis itu performanya bakal balik dan akan dipake seperti biasa.
Trus apa lagi ya yang gue tanya? Hem, abis itu gue Cuma jalan-jalan aja keliling plant, dan akhirnya malah ngobrol sama mandor yang dikontrakin bikini trafo house dan atap untuk plant tsb. Malah ngobrol ngalor ngidul ngomongin suku batak vs komering (ini apa deh hahaha). Itu gue lakukan karena gue ditinggal sendirian di plant sama si Bu Yus. SENDIRIAN, sodara-sodara! Gue yang imut pendek dan gendut ini satu-satunya cewek di plant itu (err gue baru sadar pas nulis ini). Buat ngilangin rasa takut ya udah gue cuek aja sambil nanya-nanya ke bapak mandor yang masih semangat nyeritain tentang sukunya (suku komering)
Gue: pak, pak. Bu Yus mana ya?
Pak mandor: hah? Pak yus? (oke gue maklum, kondisinya berisik, pabrik gitu loch)
Gue: bukan paaak. Tapi BU YUS *kali ini pake teriak*
Pak mandor: ooo bu yus
Gue: kemana ya pak? Tadi sama saya kok skrg gak keliatan?
Pak mandor: wah, udah pulang *sambil nyeruput kopi*
*JEGERR*
Pak mandor: eh tapi ntar balik lagi kok, katanya lagi ke gudang
Gue: pfiuuuhh.
Ga lama kemudian si bu yus dateng dan akhirnya dengan senang hati (karena emang udah kepanasan kepanggang 1 jam) kami pulang ke kantor yang adem 

Internship: Day 1

Sejujurnya gue ga gitu ngerti dengan apa yang diajarin disini. Ups,sorry, gue ga diajarin, gue terpaksa belajar sendiri karena emang ga ada yang bisa (dan gue kenal) untuk ditanyain kecuali si Ibu Yus yang hmgga kini hilang entah kemana. Okelah, daripada bengong mending gue nulis aja apa yang udah bisa gue pahami dan mana yang kira-kira harus gue tanyain ke si Ibu Yus (kalau dia sudah menunjukkan batang hidungnya lagi)

Air Separation Process
Produsen: air Liquide Engineering Japan, Co. / Air Liquide Indonesia

General Description of Process
1. Compression of Atmospheric Air
The atmospheric air is compressed by an air compressor (C01) to the minimum service pressure required for operation of the plant. It is then cooled in an after-cooler to room temp. The air is subsequently delivered to a refrigeration unit and molecular sieves unit.
2. Pre purification of feed air
The compressed air is further cooled to near 10ºC by refrigerator (X01). Condensing moisture contained in the air is separated from the air in water separator (V07), because of decreasing the adsorption capacity of the molecular sieves.
Then, the air is fed to molecular sieves unit, which consists of Air Purification Vessel (R01/R02). Carbon dioxide (CO2) and residual moisture in the air is absorbed in one of the towers, while another tower is reactivated with waste gas delivered from the cold box. The changeover of two towers is automatically done every 3 hours.
A part of dry air is fed to the Electrical Reactivation Heater (E08) as seal gas and to each instrument as instrument gas.
3. Production of Nitrogen
The compressed air free of CO2, moisture and other impurities is sent to the Low Temperature Separation Unit. The compressed air is cooled to near its liquefaction temperature in the main heat exchanger (E01) by heat exchange with outgoing product gas and waste gas, and introduced into the nitrogen column (K01).
In this column, the air is separated into pure gaseous nitrogen at the top and liquid rich in oxygen (called “rich liquid”) at the bottom.
Most of gaseous nitrogen is liquefied in the Nitrogen Condenser (E02) located at the top of the nitrogen column by heat exchange with evaporating rich liquid. The liquefied nitrogen is sent back to the nitrogen column as reflux. A part of gaseous nitrogen is withdrawn from the upper section of the Nitrogen Column as product after warming up in the main heat exchanger (E01).
Another part of liquid nitrogen from the upper section of the nitrogen column is withdrawn as product and sent to the storage tank.
The rich liquid in bottom of nitrogen column (K01) is sent to the Nitrogen Condenser (E02). The rich liquid is evaporated in the nitrogen condenser (EO2).
A part of rich liquid in the nitrogen condenser (E02) is purged to atmosphere after evaporating in CnHm Purge Vaporizer (E70) to prevent an accumulation of hydrocarbons in the nitrogen condenser (E02).
Evaporating waste gas is used for reactivation of the air purification vessel (R01/R02). Remain gas is purged out to the atmosphere
4. Production of oxygen
The compressed air is introduced into the Oxygen Column (K40) to reboil the rich liquid at Oxygen Vaporizer (E41). This air is liquefied and sent to Nitrogen Condenser (E02).
The rich liquid is sent to the higher part of an oxygen column, where the rich liquid is separate into high purity liquid oxygen as product and waste gas at the top. Liquid oxygen from the lower section of oxygen vaporizer is withdrawn as product and sent to the storage tank.
Waste gas is warmed up in the main heat exchanger (E01) and used for reactivation of the Air purification vessel (R01/R02). Remain gas is purged out to atmosphere.
5. Supply of cold energy
The coldness inside the cold box is maintained with Air Expansion Turbine (ET01). The compressed air from the air purification vessel (R01/R02) is adiabatically expanded in air expansion turbine (ET01) and lowered the temperature. Low pressure air is used for cooling the feed air in the main heat exchanger (E01) and purged out to atmosphere.
The cold energy required for the operation of the unit is supplied by this cryogenic air.

The Air liquide absorber design includes a double bed of alumina and molecular sieves; this double bed allows regeneration of the absorbent material at lower temperatures than single bed molecular sieve absorber, thereby increasing sieve life.
The cold box is a vacuum insulated type thus optimizing maintenance and layout requirements.
The distillation column and most piping inside the cold box are stainless steel. This ensures long plant lifetime and high corrosion resistance. In addition, stainless steel welding is much easier than aluminum welding should intervention inside the cold box become necessary.
Description of Equipment
I.1 Air compression part
1.1.1 Hepa Filter
HEPA (High efficiency Particulate Air) filter against haze risk on basis of Air Liquide safety rule.
1.1.2 Air compressor
Screw compressor to compress the process air, complete with: air filter, intercooler, after cooler, lubricating apparatus, piping, instrument and safety devices.
Specifications
Flow rate : 4700 Nm3/h
Suction press : 0 MPa
Suction temp. : 27 C
Reltive humid : 80%
Discharge pres : 0.89 MPa
1.1.3 Electric Motor for the air compressor
Specifications
Output : 610 kW
Insulation : class F
Electricity : 2400 V, 50 Hz, 3 phases
Tadi gue udah nanya sama si Bu Yus tentang kenapa sih di alat itu harus dikasih dulu kompresor, padahal kan kalo entar di kompresi, bisa jadi suhunya naik, padahal nanti di tahap kedua rencananya suhunya mesti diturunin….menurut beliau itu karena volum gas kalau missal ga dikompresi bakal jadinya gede banget. Kalo missal volumnya gede banget artinya tangki yang dibutuhkan bakal gede banget juga, dan vessel yang mau dipake nanti gede juga dong, ga irit di ongkos dan ga efisien tempat juga nanti pas proses ga bias banyak nitrogen dan oksigen yang didapat.
I.2 Warm Part
1.2.1 Refrigeration Unit
A skid mounted refrigeration unit comprising compressor with a driving motor, air cooler, condenser, reservoir, oil separator, oil cooler, dryer-filter and piping, and complete with temperature control and safety device.
Specifications
Net duty : 59,000 kcal/h
Temp in/out : 40 C / 10 C
Refrigerant : R134a or equal
Motor output : 30kW
Electricity : 440V, 50Hz, 3Phases
1.2.2. Water Separator
Cylindrical vessel, used to eliminate water mist from the process air, and complete with automatic drain trap.
Specifications
Material : Shell : Carbon steel
  Demister: stainless steel
1.2.3 Valve unit for M/S tower
1. Switch valves: to switch the molecular sieves towers
2. Reactivation heater: multiple sheathed electric heaters to warm up waste gas for normal reactivation and the air for complete reactivation of the adsorbent once a year.
Specifications
Capacity : 42 kW
Electricity : 440V, 50Hz, 3Phases
3. Piping
4. Valves
1.2.4 Warm Skid Structure
It is a structure to mount the equipment in this part. This includes noise protection wall.
Kalo ga salah, valve nya itu ada yang dioperasiin manual, ada juga yang otomatis, buat me-non aktifkan salah satu sieve tiap beberapa jam sekali (kalo di spec sih 3 jam sekali).
I.3 Molecular Sieves Tower
Two sets of cylindrical vessels containing molecular sieves and alumina-gel adsorbents to adsorb moisture and carbon dioxide in the process air.Jadi si molecular sieves ini kerjanya gantian, tujuannya biar ada waktu rehat / regenerasi buat absorben yang ada di dalam sieve nya, biar performanya maksimal.
1. vessel
2. 2. inner mesh
3. insulation material
I.4 Vent Silencer
I.5 low Temperature part
1.5.1 Vessels inside cold box
1.5.1.1 Air exchanger
A plate-fin type heat exchanger to cool incoming process air by returning products streams which are nitrogen and waste gas
Material : aluminum
1.5.1.2 Nitrogen Column
This is a cylindrical vessel complete with a set of rectification trays. Air feed is separate into pure nitrogen at the top and rich liquid at the bottom.
Material : Shell: Stainless steel
  Packing trays: aluminum
1.5.1.3 Oxygen Column
a cylindrical vessel complete with a set of rectification trays. Feed rich liquid is separated into pure oxygen at the bottom and waste gas at the top.
Material : Shell: Stainless steel
  Packing trays: aluminum
1.5.1.4 Nitrogen Condenser
A shell and tube heat exchanger located near by nitrogen column. Nitrogen is liquefied by evaporated rich liquid.
Material: stainless steel
1.5.1.5 Oxygen reboiler
a shell and tube type heat exchanger located at the bottom of the oxygen column to exchange with liquid oxygen.
Material: stainless steel
1.5.2 Cold box casing
This is a perlite-vacuum insulated casing. All piping, valves, supports and brackets within the insulation casing are included. Elements to be contained in the casing will be pre-assembled, fully piped and valved, equipped with instrument and safety devices.
1.5.3 Expansion turbine
It includes expansion turbine and insulation materials and turbine box which is an insulated carbon steel casing.
The expansion tubine is a single stage turbine coupled with an oil brake which acts as brake to generate necessary refrigeration of the plant.
The expansion turbine also includes lubricating apparatus and complete piping which are supplied separately for the site assembling.
Specifications
Flow rate: 2250 nm3/h
Suction pressure: 0.83 MPa
Discharge press: 0.03 MPa

Plant Utilities
1. Design Conditions
a. Atmospheric Conditions
Ambient temp: Des: 27 C Max: 37 C min: 20 C
Relative humidity : 80% 100% 60%
Barometric pressure 0.1013 MPa 0.1013 MPa 0.1013 MPa

2. Utilities
a. Electricity
High voltage : 2400 V, 50 Hz, 3 Phases
Low voltage: 440 V, 50 Hz, 3 phases
Instruments: 110 V, 50 Hz, single phase

Cooling water
Supply pressure: design 0.47 MPa Max 0.47 MPa
Return Press: 0.32 MPa 0.32 MPa
Supply temp: 28 C 32 C
Return Temp: 36 C 40 C

Instrument gas (for start up and emergency)
Supply pressure: 0.5-0.7 MPa
Supply temp: approx. 30 C
Dew point: -40 C or below
Instrument gas shall not be used as seal gas unless its quality has been reviewed and approved by ALE Japan.

Utilities Consumption
The following figures indicate estimated utilities consumption under design conditions.
Utility Units Design
Electricity power kW 630
Cooling water m3/h 120

Plant performance
Product nitrogen
G N2 Flow (Nm3/h) 500
LN2 Flow (Nm3/h) 150
Pressure (GN2) (MPa) 0.7 or more at battery limit
Pressure LN2 (MPa) 0.72 at cold box outlet
Impurity O2 (ppm) 5 or less
Product oxygen
L02 flow 65 Nm3/h
Pressure (LO2) 0.1 or more at cold box outlet
Purity 99.5% or more

Butuh massa anak2 muda di Palembang

Anak Palembang, ngacung dong!

Friday, June 03, 2011

Saya Masih Percaya kalau Saya Alumni TN

Halooo, hari ini baru aja lari di Saraga. 8 putaran, nonstop. humm, sekitar 3,2 km. dan ini berlari loh *don't underestimate me, yeah*
hahahhahaa. coba saya sekuat ini waktu di TN. entah kenapa waktu di TN lari rasanya jadi beban. Skrg kok lari itu justru sejenis refreshing tersendiri buat boosting my mood up! terlalu telat saya menikmati adrenaline effect dari berlari...:)

Nah, kamu bisa berapa putaran? *sok nantang* *evil smirk*

Thursday, June 02, 2011

Pengabdian Masyarakat HIMATEK 2011

Courtesy of Muhammad Faris Firmansyah, ketua angkatan Teknik Kimia ITB 2009

Ini adalah sepenggal kisah kami saat melakukan pengabdian masyarakat ke Desa Kadaleman, Kelurahan Pakutandang, Ciparay, Jawa Barat.

Pahlawan bukanlah orang suci yang diturunkan dari langit ke bumi untuk menyelesaikan persoalan manusia dengan mukjizat. Pahlawan adalah orang biasa yang melakukan pekerjaan-pekerjaan besar, dalam sunyi yang panjang, sampai waktu mereka habis. Mereka tidak harus tercatat dalam buku sejarah atau dimakamkan di taman makam pahlawan. Mereka juga melakukan kesalahan dan dosa. Mereka adalah manusia biasa yang berusaha memaksimalkan seluruh kemampuan untuk memberikan yang terbaik bagi orang-orang disekelilingnya. Mereka merakit kerja-kerja kecil menjadi sebuah gunung, karya kepahlawanan adalah tabung jiwa dalam masa yang lama  Anis Matta, dari bukunya mencari pahlawan Indonesia
Selamat Siang kawan, tak terasa sudah hampir seminggu yang lalu kita pergi ke Ciparay. Susah, senang, bingung, capek, haru, dan bangga tercampur aduk di benak aku, mungkin di benak kawan-kawan juga. Berangkat dari kutipan Anis Matta di atas, aku ingin menyapa kawan-kawan sekalian juga sebagai pahlawan. Menyiapkan pengabdian masyarakat tidak semudah membalikkan tangan. Dibutuhkan pengorbanan waktu dan persiapan yang matang dari semua pihak. Akungnya kemarin belum semua kawan kawan teknik kimia ’09 merasakan kerja keras kita semua. Aku yakin, insyallah kerja keras kalian suatu saat akan dibalas oleh Yang Maha Kuasa. Aku pribadi, ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, kepada seluruh panitia inti dari pengabdian masyarakat ini. Penghargaan yang setinggi-tingginya aku ucapkan, karena telah memberikan kesempatan kepada angkatan kita untuk melaksanakan salah satu dari Tri Dharma Perguruan Tinggi. Terimakasih, karena telah memberi penyuluhan tentang nilai tambah produk kecimpring. Dan terima kasih, karena telah memeberi aku satu cerita lagi yang takkan terlupakan.
Dari Kawanmu
--
Faris







Dua Hariku di Kadaleman
-          Selasa
Pukul 12 malam aku tiba di dusun Kadaleman, desa Pakutandang RW 21 Kecamatan Ciparay. Datang disambut oleh Pak RW (belum kenal namanya). Menginap ke rumah Pak Eman di RT 01, rumah yang halaman depannya dipakai tenda untuk acara dangdutan. Di rumah Pak Eman ada Mang Deden (anak Pak Eman) sedang nonton TV yang menyambut aku dalam sekejap kami pun berkenalan. Sesampainya di sana aku ditawari kecimpring dan minum, lalu ngobrol ngalor ngidul sambil nonton Jackie Chan sampai jam setengah 2 pagi. Di rumah ini ada juga Wildan dan Habe (tidur di bawah) serta Ardi Geankoplis, Leo, Chasbi, dan Hendy tidur di kamar atas.
Pagi hari aku bangun jam setengah 6 untuk segera shalat dan siap-siap. Setelah shalat aku tidur bentar, hehe.. lalu berkumpul dengan semua panitia yang udah duluan datang untuk keliling memastikan persebaran tempat tinggal di induk semang, dikordinasikan oleh Chasbi dan Hilda. Kebetulan aku mendapat giliran untuk mengunjungi rumah Ibu Mpok RT 01 yang akan ditinggali oleh Anggara dan Wira.
Setelah selesai keliling induk semang, kami berenam (Aku, Chasbi, Leo, Ardi, Hendy, Wildan, dan Habe) berjalan-jalan ke sekitar desa untuk melihat-lihat situasi ditemani oleh Mang Deden. Tempat pertama yang kami kunjungi adalah mata air yang menjadi sumber air bersih seluruh warga. Mata air ini berjarak sekitar 200 meter dari desa menuju atas bukit. Butuh waktu sekitar 15 menit berjalan kaki untuk mencapai ke sana. Mata air ini didistribusikan ke rumah warga dengan pipa-pipa yang membentang di pinggir jalan setapak ke seluruh dari RT 01 sampai RT 03.
Tempat kedua yang kami singgahi adalah balong ikan (kolam a.k.a. empang). Balong yang kami kunjungi adalah balong milik Pak Eman yang terdiri dari 3, yaitu kolam pemijahan, pembibitan, dan kolam pembesaran. Di kolam pemijahan, terdapat alat ijuk yang dipakai sebagai tempat menempelnya telur ikan ketika dipijah. Di kolam inilah, induk ikan menetaskan dan membuahi telurnya. Di sini terdapat ikan yang beratnya mencapai 12 kilogram! Besar sekali. Butuh dua sampai 3 hari sebelum alat ijuk diangkat dan dipindahkan ke tempat pembibitan. Di kolam pembibitan, telur-telur ikan tadi mulai menjadi ikan dan tumbuh menjadi jentik yang kecil. Setelah menetas, ikan “mini” tadi dipindahkan ke kolam pembesaran untuk dibesarkan dan diberi makan yang banyak. Jika diamati, balong-balong ikan yang ada di Ciparay berwarna hijau pekat. Kalo kata Mang Deden, justru kolam yang bagus adalah yang seperti itu. Warna hijau yang didapat berasal dari pupuk kolam yang ditaburkan dengan tujuan agar kolam tersebut menjadi media yang baik untuk tumbuh ikan agar cepat besar. Ardi menambahkan, warna hijau ini menyuburkan ganggang-ganggang yang meningkatkan laju pertumbuhan ikan dengan meningkatkan konversi makanan ikan ke tubuhnya.
Tempat ketiga yang kami datangi pagi itu adalah Sungai Cirasea. Sungai Cirasea terletak di sisi timur dusun Kadaleman. Sungai ini berawal dari mata air di Gunung Wayang yang berjarak 20 kilometer jauhnya. Di Gunung Wayang ini terletak pembangkit listrik tenaga geothermal terbesar yang dikelola oleh pengembang energi lokal Indonesia Star Energy. Sungai Cirasea yang melewati dusun kadaleman memiliki lebar sekitar 7 meter dengan kedalaman beragam antara 10 centimeter sampai 3 meter. Sesampainya di sana, ternyata tempatnya cukup bagus untuk berenang dan akungnya aku tidak memakai celana pendek, Leo dan Chasbi ternyata sudah siap dengan celana pendeknya. Akhirnya, aku bertiga dengan Hendy dan Ardi kembali lagi ke rumah untuk mengambil celana pendek dan kantong plastik. Karena suatu hal, Habe dan Wildan sedang tidak mau untuk berenang saat itu. Setelah siap dengan celana pendek, kami berlima segera nyemplung dan menikmati dinginnya air sungai Cirasea. Airnya cukup deras sehingga membuat jeram-jeram besar ketika melintasi batu-batu di tengah-tengah sungai. Di atas sungai, terdapat jembatan penghubung setinggi 5 meter di atas permukaan sungai. Menurut Mang Deden tempat ini biasa dipakai untuk melompat dan terjun bebas. Kami pun segera naik ke atas untuk mencoba seperti apa rasanya jatuh dari ketinggian 5 meter. Awalnya kami ragu, karena takut jatuh membentur dasar sungai, namun Mang Deden meyakinkan bahwa kedalaman air di bawah jembatan, minimal 3 meter. Lalu kami pun memberanikan diri untuk terjun dengan Mang Deden pertama kali lompat. Ketika tiba giliran aku, deg-degan rasanya, dan ketika melompat, badan ini melayang serta bulu kunduk berdiri, berat badan serasa nol.
Setelah merasa cukup bermain di sungai, kami kembali ke rumah Pak Eman untuk mandi dan bersiap-siap menyambut kawan-kawan TK ’09. Pukul 10.30 kawan-kawan turun dari truk menuju ke lapangan voli sambil membawa sembako untuk induk semang masing-masing. Setelah masing-masing anak mengetahui induk semangnya, diantar oleh anak Humas ke tempat masing-masing untuk istirahat dan makan siang.
Pukul 1 kami dikumpulkan kembali di rumah Pak Eman untuk mengikuti acara pembukaan rangkaian acara pengabdian masyarakat kali ini. Kebetulan aku dan Adi Hutomo menjadi penanggung jawab acara siang itu. Kami harus mempersiapkan MC, serta beberapa perangkat dusun untuk memberi sambutan sore itu. Acara dibuka oleh Mbadit sebagai MC lalu dilanjutkan oleh sambutan ketua RW Pak Dedeng, sesepuh desa Pak Aep, dan Ketua Pemgabdian Masyarakat Garuda Andre Ete. Satu hal yang aku ingat dari isi sambutan Pak Aep adalah “didoakeun sing lulus sadayana di ujian kelulusan..” Amin, terimakasih Pak J
Setelah acara pembukaan selesai, kegiatan dilanjutkan dengan games anak-anak di lapangan voli oleh kawan-kawan teknik kimia 09. Di saat yang bersamaan, dilakukan pembagian sembako untuk RT 02 dan 03 di balai RW, kebetulan aku berada di pembagian sembako waktu itu. Pembagian sembako dib alai RW ini diawasi dan didata oleh ketua RT 02 Ibu Entin dan ketua RT 03 Pak Endang serta Arline, Denisa, Hilda, Hugogede, dan Priska sebagai panitia yang membagikan sembakonya. Pembagian sembako berlangsung sekitar satu setengah jam. Beberapa keluarga ada yang sedang pergi ke luar desa sehingga sembakonya dititipkan ke warga yang tinggal di dekat rumahnya.
Sesaat setelah pembagian sembako selesai, sore itu turun hujan sehingga beberapa dari kami ada yang pulang ke induk semang dan ada juga yang duduk-duduk ngobrol santai dibalai RW. Beberapa kawan yang mengikuti games di lapangan voli juga turun ke bawah untuk berteduh sejenak. Satu orang tidak beruntung sore itu, karena dia menjadi objek “bully” kawan-kawan yang lain, sori Jim J haha.
Ketika hujan reda, aku naik ke lapangan voli untuk melihat apakah ada yang bermain di lapangan. Ternyata betul, kawan-kawan sedang bermain voli sore itu, kami yang dari balai RW pun turut menonton sambil menuggu gentian. Ketika set voli telah selesai dimainkan, kami membagi semua orang ke dalam 4 tim bola. Bocah-bocah Ciparay terbagi ke dalam berbagai tim, aku ingat betul ada dua orang bocah yang memakai baju merah dengan lambang garuda dan nomor punggung 17, Irfan Bachdim. Bocah-bocah Ciparay lincah sekali dalam bermain bola. Berkali-kali kami harus malu karena gawang batang pisang yang kami jaga selalu berhasil dikelabui oleh tendangan lihai bocah-bocah Ciparay, salah satunya bocah yang bernama Erwin. Sore itu kami bermain bergantian, namun hanya satu orang yang tidak, Ardi Geankoplis! J
Hujan turun kembali dan semakin deras, akhirnya kami bubar bermain bola dan mencari tempat teduh, beberapa mamilih untuk kembali ke rumah induk semang. Aku dan Ardi cepek memilih untuk pergi berteduh ke balai RW dengan mampir terlebih dahulu di tengah perjalanan ke rumah induk semang Marsha dan Felicia yang ternyata merupakan rumah Pak Dedeng, Ketua RW 21 dusun Kadaleman, dusun tempat kami melakukan pengabdian masyarakat Sembari berteduh di bawah atap rumah Pak Dedeng, aku ditawari untuk mencicipi berbagai keripik goreng dalam berbagai rasa.  Mulai yang asin banget sampe yang pedas banget! Thanks Marsha dan Felis untuk tempat neduh dan keripiknya J
Sampailah aku di balai RW. Tempat nongkrong santai ala pemuda desa, hehe. Ada yang tidur, ada yang ngobrol, ada juga yang keliling-keliling sawah. Sore itu juga ada rombongan yang baru datang di desa Ciparay dengan menggunakan angkot. Di saat yang bersamaan, Denisa, Biber, dan Rea akan bergegas pulang untuk persiapan konser dan Biber sedang dalam kondisi tubuh yang kurang fit karena sempat muntah-muntah selama di desa.
Oiya, siang hari pada saat distribusi pembagian induk semang, di RT tempat aku tinggal terdapat satu rumah induk semang yang kosong sehingga harus dilakukan redistribusi tempat tinggal.  Rumah induk semang aku yang baru adalah dengan Pak Iwan, sebelumnya aku tinggal di rumah Bu Aisyah bersama Baskoro dan Bram. Mulai sore itu aku tinggal di rumah Pak Iwan bersama dengan Fahmi. Pak Iwan adalah seorang pria paruh baya berumur 40 tahun, tubuhnya kecil dan kurus, namun masih menunjukkan kelincahan yang tidak biasa dimiliki rata-rata orang di umur sekian. Pak Iwan adalah anak bungsu dari 5 bersaudara. Beliau tinggal di rumah bersama kedua orangtuanya. Aku tidak terlalu kenal dengan bapak dari Pak Iwan namun aku lebih sering ngobrol dengan dari ibunya yaitu Ibu Engkik. Rumahnya sederhana namun rapih, serta pemandangan muka rumah yang indah langsung menatap lembah bukit Culah yang asri.
Waktu sudah menunjukkan pukul 7, sudah tiba waktunya untuk acara “hiburan” ala desa, yaitu dangdutan meriah yang disaksikan orang sedusun. Sejak pukul 5 sore, perlengkapan dan sound system sudah mulai dipasang dan disusun rapi mulai dari sound system hingga kendang dan keyboard sebagai pengiring lagu. “Wirda Entertainment” adalah event organizer dangdutan kali ini, pemiliknya adalah orang berperawakan besar dan berkumis seperti Pak Raden. Sekilas, penampilan dan perawakan pemilik EO ini sedikit banyak mirip Adrie Subono, promoter konser kelas kakap di Indonesia. Karena aku blum sempat berkenalan dengannya, untuk selanjutnya kita sebut beliau sebagai Pak Kumis, hehe J
Sembari menonton dengan masyarakat setempat, aku juga bertanya-tanya dengan orang-orang di sekitar aku, dari manakah asal Pak Kumis dan seluruh pengisi acara dangdutan ini. Lalu jawabannya adalah “Ini semuanya orang sini dik, tinggalnya di seberang sungai sana..” Wah, aku kira asalnya jauh dari Bandung kota sana pak. “Orang-orang sini sudah bisalah, untuk membuat acara dangdutan dengan sound dan alat yang lengkap. Biasanya kalo ada acara-acara besar seperti tujuh belasan, syukuran, dan acara-acara besar lainnya pasti aka nada dangdutan”, imbuhnya.
Setelah selesai dangdutan, aku kembali ke rumah induk semang dengan Fahmi. Fahmi langsung tidur, hari itu dia terlihat sangat capek. Aku memilih untuk menonton TV bersama Pak Iwan sambil menunggu siapa tahu ada pertandingan bola. Setelah menunggu dan ternyata tidak ada siaran bola, kami akhirnya ngobrol ngalor ngidul tentang kehidupan sehari-hari. Hal pertama yang aku tanyakan, adalah detail alamat lokasi desa ini. Saat itu beliau menjelaskan bahwa dusun yang aku tinggali ini adalah RW 21 biasa disebut juga sebagai desa Kadaleman. Dusun Kadaleman merupakan bagian dari Kampung Cipaku, Kelurahannya Pakutandang, Kecamatannya Ciparay. Beliau menambahkan pula asal-usul kenapa dusun ini disebut dusun Kadaleman. Konon, desa ini dulu dihuni oleh para menteri-menteri dan sesepuh kerajaan. Tempatnya sangat terpencil untuk menghindari serangan-serangan musuh yang biasanya brutal dan tiba-tiba, sehingga lokasi ini cukup aman sebagai tempat tinggal perangkat kerajaan yang biasa disebut sebagai “abdi dalem”, oleh karena itu daerah ini disebut sebagai “Kadaleman”, tempat tinggalnya para “abdi dalem”. Selain itu, beliau menceritakan bahwa dusun Kadaleman mayoritas penduduknya adalah petani. Hasil beras yang dihasilkan menurutnya adalah yang terbaik. Kalau pernah dengar beras pulen dengan merek “Ramos” atau “Pandan Wangi”, beras itu adalah beras yang dihasilkan oleh sawah-sawah di dusun Kadaleman katanya.
Pak Iwan juga bercerita bahwa masyarakat di sini juga percaya bahwa desa ini dijaga oleh “karuhun”, yaitu arwah leluhur yang telah mendahului mereka yang hidup di daerah sini. Pak Iwan percaya bahwa ketika orang mati, arwahnya tetap akan ada di sini menjaga kehidupan warga. Tak heran, dusun ini merupakan pusat ternak domba sekecamatan Ciparay namun belum pernah terjadi kecolongan ternak. Di sisi lain, di desa lain sering terjadi kecolongan ternak padahal jumlah domba yang dimiliki tidak sebanyak yang dimiliki oleh dusun Kadaleman imbuhnya. Makanya, ketika tiba bulan qurban, desa ini cukup dibanjiri rejeki dari hasil ternaknya. Selain menjaga keamanan, Pak Iwan juga percaya bahwa arwah karuhun juga menjaga nilai-nilai sosial gotong royong masyarakat. Miras dan perjudian serta perzinahan betul-betul dihindari oleh masyarakat, dan mereka saling menjaga.
Setelah ngobrol panjang lebar dengan Pak Iwan, aku berpamitan dengan beliau untuk membantu kawan-kawan yang lain ngeronda di balai RW. Ketika aku tiba di sana, sudah ada Fareza, Jekpot, Diego, dan Anton yang sedang berjaga. Kembali lagi aku memanfaatkan quality time ini, untuk ngobrol-ngobrol sampai pukul setengah empat pagi. Waktu itu kami manfaatkan untuk ngobrol ngalor ngidul gajelas, mulai dari masa depan dan budaya bangsa, sampai masa muda yang berapi-api, haha J
-          Rabu
Pagi hari, udara desa sangat segar dengan sedikit kabut mewarnai bangun tidurku di balai RW. Setelah shalat, aku kembali ke induk semang untuk bersiap-siap mandi dan sarapan pagi. Di rumah, sudah ada Pak Iwan dan Bu Engkik sedang duduk-duduk santai di depan rumah. Bersama Fahmi, aku dipersilahkan duduk di teras rumah sambil menikmati air hangat yang siduguhkan. Sungguh nikmat, menikmati pagi hari sambil minum air hangat dengan pemandangan muka rumah yang indah langsung menatap lembah bukit Culah yang asri dengan kabut dan embun yang membasahi dedaunan. Selain air hangat, kami juga disuguhi oleh “ketimus”, makanan tradisional yang dibungkus dengan daun pisang. Ketimus berukuran sekitar 4 x 8 cm dengan tebal kira-kira 2 cm. Ketimus terbuat dari singkong giling berisi gula merah di dalamnya yang dimasak dengan cara dikukus dalam air yang dibakar dengan kayu. Satu rasa yang akan aku deskripsikan untuk makanan ini, “maknyuss!”
Setelah mandi dan sarapan, waktu sudah menunjukkan pukul tujuh, waktunya untuk ke panggung di halaman rumah Pak Eman untuk berkumpul persiapan acara selanjutnya, yaitu masak kecimpring bersama warga Ciparay. Di sini kami melakukan persiapan bahan-bahan yang akan dipakai selama masak-memasak. Divisi engineering di bawah komando Deden dan Martin menyiapkan segala sesuatunya mulai dari garam, minyak goreng, gula, bumbu keju, bumbu pedas, cabai, dan garam. Selain itu divisi engineering juga menyiapkan plastik bening yang akan dipakai sebagai kemasan serta alat hand sealer (alat pemanas) untuk membuat kemasan agar kecimpring dikemas dalam kemasan yang menarik dan bernilai tambah.
Jam 9 kami mulai menyebar ke 2 titik, satu titik untuk warga RT 01, titik lainnya untuk warga RT 01 dan 02. Divisi engineering juga dibagi dua, aku dan mashen ditempatkan di titik ke 2. Titik kedua bertempat di rumah Pak Dedeng, yaitu rumah Pak RW dimana Marsha dan Felis tinggal. Akungnya ketika kami datang, kecimpring masih belum siap karena belum kering dijemur matahari. Sekitar pukul setengah sepuluh, kecimpring mulai kering dan terkumpul di rumah Pak Dedeng akhirnya kami mulai menggoreng. Di tengah-tengah asyik menggoreng, Cimet tiba-tiba ketumpahan minyak goreng panas sehingga harus dievakuasi sejenak ke tempat aman, semoga Cimet sekarang uda sembuh perihnya J . Di tempat yang sama, ibu-ibu warga RT 02 dan 03 diajari cara membuat kemasan untuk produk kecimpring yang sudah digoreng. Terdapat 2 jenis kemasan yang akan dibuat, tujuan pembedaan ini selain untuk membuat kemasan menarik, juga untuk membedakan wadah rasa dari produk kecimpring. Di sisi lain, ada juga ibu-ibu yang diajari untuk mencampur bumbu-bumbu perasa kecimpring dan cara mengocok-ngocok kecimpring agar bumbunya menempel di kecimpring. Di dekat kamar mandi, Aditom, Wira, dan Wildan asyik balapan membuka mulut plastic agar terbuka secepat-cepatnya! J
Pukul 11 kami beres-beres karena waktu sudah habis, ibu-ibu sudah diajari untuk membuat kemasan dan cara mencampur bumbu-bumbu perasa kecimpring. Sebelum kembali ke induk semang-semang masing-masing, kami berpamitan ke ibu-ibu warga RT.  Aku dan Mashen mewakili teman-teman pamit dan menitipkan ke ibu-ibu warga RT agar sebuah hand sealer. Meskipun hanya satu, harapannya bisa dipakai swadaya agar selanjutnya setelah berkembang, masing-masing keluarga dapat memiliki masing-masing satu hand sealer dan taraf hidupnya semakin baik.
Sesaat setelah sampai di induk semang, aku segera beres-beres dan makan siang. Setelah makan siang, aku duduk di teras rumah dengan Bu Engkik dan Pak Iwan ngobrol santai sebelum akhirnya berpisah dan berpamitan. Beliau sangat berterima kasih atas kedatangan kita semua di sana. Beliau bahkan meminta maaf jika makanannya kurang enak dan pas-pasan. Padahal yang aku rasakan, makanannya selalu enak dan lengkap. Beliau mendoakan kita semua agar lancar sekolahnya dan lulus yang benar. Pak Iwan menambahkan, kehidupan di sana harus benar-benar diresapi, agar ketika kita menjadi pemimpin nanti tidak melupakan kehidupan rakyat kecil, sungguh pemikiran yang maju jika dibandingkan kehidupannya sehari-hari, ingatlah kawan J bersyukurlah kawan, mungkin puluhan doa telah dilayangkan kepada kita agar kita lancar sekolahnya dan dan diluluskan semua ujiannya, simpel namun doa itu tak akan bisa ternilai dengan materi J
Sebelum ke tempat kumpul di RT 01, aku melihat sekumpulan bebek sedang berjalan-jalan di pinggir selokan. Aku mengambil sebatang ranting dan mencoba menggiring bebek-bebek tersebut layaknya penggembala bebek yang aku pernah lihat. Ternyata benar, bebek itu mudah diatur dengan cara melambai-lambaikan ranting pohon yang tadi aku ambil. Bebek-bebek tersebut dengan rapi berbaris berjalan menuju ke arah yang aku tunjuk. Jujur saja, pengalaman itu menakjubkan bagi aku, hehe. Kebetulan, aku bermain-main dengan bebek itu di sekitar rumah pemilik bebek-bebek tersebut. Ketika melewati orang yang memiliki bebek-bebek tersebut, beliau mengucapkan “ncep, maaf kalo ada yang kurang selama di desa, terima kasih untuk hiburannya..” “terima kasih Bu, sama-sama, mohon maaf juga selama di sini mungkin kami ada yang kurang berkenan atau salah”, aku menjawab.
      Dua hari sudah aku melewati hari-hari di desa Kadaleman. Ada satu hal aneh yang aku alami selama di desa ini, yaitu “dilatasi waktu” sebuah teori yang dilontarkan Einstein dengan sebutan “Teori Relativitas”. Entah kenapa, selama aku tinggal di sana, waktu berjalan dengan sangat lambat. Beberapa kawan yang aku ceritakan tentang hal ini mengaku mengalami hal yang sama. Apakah kamu merasakannya juga?
            Ketika aku ceritakan hal ini kepada Pak Iwan, beliau pun menceritakan pengalamannya selama hidup di kota. “Saya juga pernah hidup di kota dik, rasanya sangat tidak enak. Udaranya sangat kotor dan badan ga enak. Ya, waktu berjalan cepat di sana, kesibukannya ga habis-habis sih”, kata Pak Iwan. Lalu Pak Iwan melanjutkan, “Kalo di sini mah beda, biar kita juga kerja setiap hari, tetapi kita juga libur setiap hari. Tidak ada beban pikiran selama hidup di sini, habis kerja, ya ngopi, berteduh dulu lah di pinggir sawah sambil makan siang, makanya waktu di sini sangat dinikmati dan mungkin berjalan lambat seperti yang adik bilang”. Apa yang dikatakan oleh bapak ini sungguh sederhana, tapi saya mengerti dan terus memikirkannya sampai saya tiba kembali di Bandung.
            Adalah benar bahwa kita telah melakukan pengabdian masyarakat di sana. Bahwa kita telah mengajari mereka membuat kemasan. Bahwa kita telah mengajari mereka membumbui kecimpring dengan berbagai rasa. Bahwa kita telah membantu memasarkan dan memberi nilai tambah yang ujung-ujungnya adalah kenaikan taraf hidup dan ekonomi masyarakat di sana. Namun tidak dapat dipungkiri juga, bahwa mereka juga telah mengajarkan kita, baik secara langsung maupun tidak langsung, telah mengajarkan apa arti kehidupan, dan bagaimana hidup itu harus selalu disikapi dengan arif dan bijaksana.
Ciparay, 25 Mei 2011

Beautiful Waterfalls in Indonesia

Courtesy of Yahoo.com


Seeing water falls freely from stone hills is a great experience. Under the water falls, swimming or just playing with the "shower", you choose. In many places in Indonesia, waterfalls always be an interesting destination on vacation. These are some waterfalls that famous with their uniqueness which you have to see in Indonesia.
(The explanation below is in Indonesian, if you have a trouble in understanding this, just freely tell me through the testimonial, thanks)Lembah Anai
Terletak di tepi Jalan Raya Padang-Bukittinggi, air terjun ini sebenarnya terletak di kawasan cagar alam Lembah Anai, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Di sekitar air terjun terdapat monyet yang berkeliaran. Air terjun dengan ketinggian kurang lebih 60 meter ini punya pemandangan luar biasa. Pada saat liburan, air terjun ini dikunjungi oleh ratusan pengunjung. Foto: Antara/Iggoy el Fitra
Moramo
Keunikan air terjun ini adalah tingkat-tingkatannya. Air terjun Moramo terletak di Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Ada yang menghitung tujuh tingkat, ada yang menghitung 10 tingkat. Kurang lebih, air akan jatuh berturutan dari ketinggian 100 meter. Konon, air terjun yang terletak di hutan suaka alam Tanjung Peropa ini juga terkenal akan legenda tempat mandi bidadari. Foto: Antara/Zabur Karuru
Resun
Air terjun Resun terletak di Daik, Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau. Airnya berasal dari sungai-sungai yang mengairi Gunung Daik dan banyak dikunjungi wisatawan lokal saat hari libur. Kawasan Gunung Daik (1165 mdpl) dengan tiga cabang pun sebenarnya bisa menjadi tujuan pendakian. Selain Gunung Daik dan air terjun Resun, ada juga tempat pemandian putri Sultan Mahmud Muhazam Syah, Batu Babi dan Batu Buaya (karena berbentuk mirip seperti babi dan buaya), Batu Belah, pemandian Lubuk Papan dan air terjun Cik Latif. Foto: Antara/Feri
Jembatan Batu
Air terjun Jembatan Batu terletak di Halmahera Utara, Maluku Utara. Sebenarnya air terjun ini tidak terlalu tinggi, hanya sekitar 10 meter. Tetapi yang istimewa adalah — seperti namanya — bebatuannya berbentuk seperti jembatan batu alami. Selain itu, ada air terjun mini lain yang memungkinkan aktivitas panjat tebing seperti foto di atas. Foto: Tempo/Arie Basuki
Taman Nasional Bantimurung
Air terjun setinggi 15 meter dengan lebar 20 meter ini memberikan daerah yang luas bagi pengunjung untuk menikmati curahan air sejuk. Di sekitar air terjun, terdapat cekungan-cekungan sungai yang biasa dimanfaatkan pengunjung sebagai tempat berenang. Selain menikmati keindahan air terjun, pengunjung Taman Nasional Bantimurung, Maros, Sulawesi Selatan, juga bisa mengunjungi Gua Mimpi yang terkenal dengan stalaktit beningnya. Bantimurung juga terkenal sebagai “Kerajaan Kupu-kupu” karena taman ini adalah habitat bagi ribuan kupu-kupu. TEMPO/ Ayu Ambong

Wednesday, June 01, 2011

Batal Magang di Schlumberger, Jadi Magang di PUSRI, semuanya PUJI TUHAN

Yeah, 2 jam yang lalu saya baru dapat berita dari Monica, kalo saya ga lulus untuk jadi Vacation Trainee (VT) di Schlumberger, yang ga tau schlumberger itu apa silakan liat di sini.
yah, sedih sih ga bisa jadi kaya cewe keren di sebelah ini, hahhaa
Tapi itu namanya garis hidup. Rencana Tuhan PASTI lebih indah dari rencana saya. Sebenarnya (ini bukan pembenaran loh), pagi ini saya udah ragu dengan keputusan saya untuk ikut tes SLB ini. Waktu SaTe, saya ragu banget, ga bisa ngebayangin gimana-jadinya-kalo-gue-yang-lulus.
pas sebelum doa pagi, ditengah galau2 nya tentang VT, saya ditelpon mama.
Mama: Santi, lagi ngapain?
Aku: baru mau baca Alkitab, Ma
Mama: oh iya bagus.
Aku: knapa ma?
Mama: enggak, nanya aja, pulang lagi ke Bandung kapan nanti, tanggal 7 juli masih di Palembang ga?
Aku: oh masih kok ma, kenapa?
Mama: enggak, soalnya Abby mau dibaptis, biar ada yang ngurus disini
Aku: oh iya ma

Bukan karena obrolan barusan yang semakin meragukan ku untuk ke SLB, tapi gara-gara itu aku ingat obrolan2 yang lalu dengan mama, entah kenapa sepertinya mama kesepiaaannnn bgt. Ya maklumlah, di hari-hari tuanya ga ada anak2nya disisinya. Kalo papa sih kayanya ga kesepian, lah kerjaan papa masih di sanasini.

Dibilang sedih ga keterima VT, ya sedih. Dibilang bersyukur, saya juga amat bersyukur. Meski ga keterima di SLB, saya ada kemungkinan besar untuk magang di PUSRI, dengan bantuan papa tentunya. Mungkin momen ini adalahs saat yang tepat yang diberikan Tuhan buat saya untuk bisa kembali ke Palembang sekaligus belajar jadi anak tekim yang baik melalui magang di PUSRI.

Ganbatte ne!

Santi

A Poem From My Patriot :)

I just wanna crystallize this, so whenever I miss the original paper, I still keep what contains in it.

Berawal dari sebuah kaderisasi
di tempat sepasang kaki terhenti
di malam yang dingin dipenuhi bintang-bintang
yang seolah jadi saksi pertemuan dua hati

Pertama kali kulihat sekelilingku, semua terlihat biasa
sampai akhirnya kutemukan sepasang bola mata
yang begitu indah, memancarkan sinarnya
yang mengajarkanku sebuah kata....cinta

Saat hatiku semakin berbunga
kita terpisahkan oleh selat Sunda
aku tak tahu harus berbuat apa
sehingga kumanfaatkan piala dunia
dan momen-momen itni takkan ku lupa, untuk mempererat hubungan kita

Hari demi hari semakin sering kami lalui bersama
hingga jalinan kasih itu pun tercipta
namun semua tidak semudah bayanganku
banyak masalah yang datang dan berlalu

dan dirimu selalu menguatkanku
itulah yang membuatku semakin sayang padamu

Kini, setiap hari, dari ku buka mataku
sampai ku tutup mataku
hanya satu yang ku ingat....
Bidadariku....hanya dirimu selalu.

Pasir--Apel--Cinta

Cintaku padamu mungkin tak seperti apel
yang besar, manis, harum, dan merah memikat
Cintaku padamu layaknya pasir
yang kecil, pucat, dan diinjak-injak, begitu sederhana
Tapi jika kau masih bisa menghitung jumlah semua apel yang ada di bumi
Kau tidak akan mampu menghitung seberapa banyak jumlah pasir di lautan
Karena memang sebesar itu cintaku padamu


Bandung, 30 Mei 2011
Santi