Sunday, May 15, 2011

Hasil audiensi dengan dosen: Mini-Biografi Bu Melia Laniwati Gunawan

Beberapa waktu yang lalu, saya dan teman-teman di kelas agama Kristen diminta untuk melakukan audiensi (wawancara) dengan dosen yang Kristen di jurusan kami masing-masing. Sampai 2 minggu sebelum deadline, teman-teman saya belum ada satupun yang menghubungi dosen siapapun. Akhirnya, setelah kuliah Kinetika dan Katalisis selesai sore itu, saya langsung menghampiri sang Dosen, ibu Melia, yang biasa dipanggil Bu Mel, untuk meminta sedikit waktu beliau agar bisa diwawancarai. Sebelumnya, saya sudah meminta beliau lewat FB, namun rasanya akan lebih sopan kalau saya langsung mengucapkan :)
Akhirnya ditemukanlah waktu yang cocok, dan kami serombongan (padahal harusnya cuma ber-4, tapi ternyata banyak teman-teman yang nebeng (hahahaha, maaf ya bu :)).
Berikut adalah hasil audiensi saya. Sebenarnya saya tidak harus mempublikasikan disini, tapi entah kenapa menurut saya cerita dari Bu Mel, terutama mengenai hidupnya dari kecil, sangat inspiratif untuk dibagikan.


Hasil Audiensi dengan Dosen

Cerita  mengapa sampai tugas seperti ini ada
Ternyata Bu Melia adalah salah satu penggagas diadakannya kegiatan audiensi ini, dengan tujuan agar kami dapat berbincang secara personal dengan dosen yang beragama Kristen, dengan harapan dapat saling berbagi. Ide seperti ini muncul karena dulu saat bu Melia kuliah agama, dengan pengajar Ibu Dorothy Max, beliau menceritakan bahwa setiap mahasiswa pasti sudah pernah mengobrol secara personal dengan ibu Dorothy, dan itu sangat menolong mahasiswa secara psikologis. Namun, semakin banyaknya mahsiswa ITB membuat kegiatan ini menjadi tidak dapat ter-handle lagi. Selain itu, Ibu Dorothy Max juga tidak mengajar lagi karena faktor usia. Makanya bu Melia berinisiatif untuk mengadakan lagi kegiatan seperti itu, dengan pembimbing dosen Kristen masing-masing jurusan.
Mengapa PDTK bisa ada
Bu Mel mengatakan bahwa semakin ke atas (semakin naik tingkat), semakin sedikit anak Kristen yang mengikuti persekutuan PMK, entah karena malas atau sibuk. Oleh karena itu, Bu Mel juga berinisiatif untuk mengadakan Persekutuan Doa Teknik Kimia  yang dilaksanakan setiap Jumat sore.
Untuk dosen, ada persekutuan juga?
Ternyata untuk dosen-dosen Kristen juga ada persekutuan bersama, yakni biasanya setiap hari Kamis di wisma Sejahtera Dago.
Seperlu apakah kuliah agama?
Kuliah itu bukan untuk mengejar nilai, tapi adalah suatu proses pembelajaran pendewasaan, agar lulusnya nanti benar-benar menjadi sarjana Teknik Kimia yang memiliki etika Kristen. Dulunya dari prodi kuliah agama diberikan di tahun akhir, dengan maksud agar member bekal sebelum lulus mengenai etika dan spiritual.
Kami dihimbau untuk tidak sekedar ikut kuliah agama untuk mendapatkan nilai A, karena kuliah ini untuk membekali kita. Kalau misalnya kita mengambil kuliah agama yang tidak sesuai dengan agama kita, kita mungkin akan gampang dapat nilai A, tapi bekal apa yang kita dapat?

Biografi Singkat Bu Melia
Bu Mel tidak berasal dari keluarga Kristen. Keluarga Beliau menganut aliran Kong Hu Tsu. Waktu beliau kelas 2-4 SD, ada adik ayah Beliau yang tinggal di rumah Beliau. Saat itu ayah beliau dipecat dari tempat kerjanya, dan menghidupi keluarga dengan berjualan kue. Setiap hari membuat kue, termasuk hari sabtu-minggu. Namun, pada hari sabtu-minggu adik ayah beliau (tantenya beliau) tidak dapat membantu karena harus ke Gereja dan beraktivitas di gereja, full 2 hari. Hal ini menjadi batu sandungan, karena melihat ini, ayah beliau menjadi tidak suka dengan Kristen, dan akhirnya melarang semua anak-anaknya (termasuk beliau) untuk menjadi Kristen.
Saat SMP kelas 2, ayah Beliau wafat. Anggota keluarga menjadi semakin dekat satu sama lain. Tapi itu hanya dari keluarga ibu, tidak dari keluarga ayahnya yang mengucilkan mereka. Bu Mel menceritakan ada saudara sepupu ibu beliau yang merupakan guru sekolah minggu di Rehoboth. Darinya, beliau menjadi mengenal sekolah minggu karena setiap sabtu dan minggu tinggal di rumah sepupu ibunya beliau itu dan pergi diantar ke sekolah minggu. Namun ini hanya berlangsung sampai kelas 3 SMP saja. Saat itu adik-adik beliau (beliau anak sulung) juga sudah mulai pergi ke sekolah minggu mengikut teman-temannya.
Lulus SMP, bu Mel SMA di SMA Bina Bakti dengan dibiayai oleh adik Ibu beliau, yang merupakan dosen IKIP.  Di SMA Bina Bakti yang merupakan sekolah Kristen terdapat kebaktian setiap sabtu. Beliau jadi mengenal kebaktian semenjak SMA. Beliau yang suka menyanyi juga ikut terlibat aktif dalam pelayanan menjadi singer saat acara kebaktian di SMA beliau.
Karena hobi menyanyi, beliau diajak untuk mengikuti paduan suara di gereja GKIm. Jadi setiap kamis beliau ikut latihan di gereja bersama temannya. Hal ini berlangsung semenjak kelas 2 SMA. Selain jadi padus, kadang-kadang beliau juga jadi narrator.
Mulai SMA, beliau bingung untuk dibaptis. Oleh karena itu, beliau mempengaruhi ibu beliau dulu. Oleh komisi wanita di GKIm, akhirnya Ibu beliau mau mengenal Kristus dan mereka mulai sama-sama ke gereja.
Keluarga kecil beliau yang sudah tidak ada ayah semakin dikucilkan oleh keluarga dari pihak ayah beliau, ditambah lagi dengan berubahnya kepercayaan bu Mel dan keluarga menjadi Kristen, membuat mereka semakin dikucilkan oleh pihak keluarga dari ayah beliau. Oleh karena itu, ibu beliau selalu menekankan untuk selalu belajar yang rajin agar dapat mengangkat martabat keluarga.
Bu Mel yang dulunya hidup berkekurangan bertekad untuk belajar yang rajin sehingga dapat bekerja dan mengangkat harkat keluarga. Masuk ITB membuat keluarga Bu Mel dipandang lagi oleh keluarga dari pihak ayahnya.
Bu Mel juga menceritakan mengenai kondisi keluarganya. Suami Bu Mel juga memiliki latar belakang bukan berasal dari keluarga Kristen. Suami beliau baru mau dibaptis setelah beberapa lama gereja bersama Bu Mel. Suami beliau sekarang bekerja sebagai konsultan di GKIm Mulia dan 2 minggu sekali mengajar di SAPPI Cianjur. Beliau juga menceritakan tentang anak-anak beliau yang keduanya memiliki talenta dalam bermusik. Bu Mel selalu menekankan agar anak-anaknya menjadikan talenta tersebut sebagai suatu bentuk pelayanan di gereja. Tidak hanya anak-anaknya, Bu Mel juga sampai sekarang masih melayani di gereja sebagai singer atau liturgos.
Setiap mengikuti KKR, Bu Mel muda selalu takut dengan panggilan / tantangan untuk menyerahkan dirinya pada kehendak Tuhan. Namun, setelah mendengar firman yang dibawakan oleh Alumni ITB Fi’76, Erwin Sucipto, di Kebaktian Jumat PMK, bu Mel jadi tidak takut lagi jika diberi tantangan / panggilan untuk menyerahkan dirinya pada Tuhan, karena Bu Mel sudah menyadari bahwa menyerahkan diri untuk dipakai Tuhan bukan berarti beliau harus masuk ke sekolah teologia, melainkan Tuhan dapat memakai beliau dimana saja sesuai kehendakNya.

Kesan saya terhadap Bu Melia:
Bu Melia adalah sosok wanita yang tangguh dan pekerja keras. Beliau tidak mudah menyerah pada kondisi yang sulit. Mungkin ini disebabkan oleh latarbelakang beliau yang penuh perjuangan. Bu Mel juga adalah sosok yang cinta Tuhan dan keluarganya.