Gw
sedang dalam fase malas untuk menulis laporan KP. Hahaha. Ya sudah, gw mau
nulis blog aja deh ya. (untuk yang pengen jadi pekerja teladan, JANGAN ikuti
gw).
Mau
nulis tentang apa ya? Hem yang lagi hot sih tentang pilkada di Jakarta. Heboh
banget, udah kayak pilih presiden (menurut gue kehebohannya sama), sampe
disiarin di teve-teve nasional, dan seluruh Indonesia sampe tau. Coba aja
perhatiin, kalo pemilihan Gubernur Sumsel aja kayaknya orang jawa timur pun ga
sampe tau calon2nya siapa aja. Efek ibukota kali ye.
Yasud,
gw pengen menyumbangkan sedikit pemikiran gw (baca: curat) tentang pilkada ini.
Di timeline twitter, banyak banget temen2 gue (yang notabene anak muda) dan
artis2 di timeline yang gw follow yang milih @FaisalBiem sebagai jagoan mereka.
Kerjaan mereka tiap hari promosi ttg #gimme5. Gw bingung mereka kok rajin amat
kampanye ya, padahal orang sibuk. Mungkin twit berbayar, mungkin tidak.
Entahlah.
Kayaknya
pasangan independen ini bisa banget menarik perhatian anak2 muda, especially
anak muda yang udah jadi figur di ibukota, semacam artis dan anak2 muda tokoh
pergerakan.Ga usah gw sebut lah ya nama2nya. Mungkin kalian juga follow mereka.
Gw
sih ga masalah siapapun mau kampanyein apapun, selagi mereka ga maksa seseorang
terang-terangan. Gw memandang itu sebagai bentuk promosi, layaknya promosi
barang/makanan lah ya. Selagi ga melecehkan kandidat lain sih yasudahlah.
Melirik
pada calon2 gubernur DKI, beberapa ada yang udah familiar di ingatan gw, karena
mereka memang “orang lama” di tampuk pemerintahan Indonesia di beberapa
dinasti, eh kabinet maksud gw. Beberapa lagi gw asumsikan sebagai “orang-orang
baru”, karena gw ga kenal mukanya hahaha. Highlighted, ada satu calon yang
tionghoa keturunan (bukan bermaksud rasis loh gw ya). Gw salut! Dari sisi
demokrasi, ini udah dapet banget kayanya.
Dari
calon2 tsb, gw menotice bahwa banyak dari mereka yang IMO gatau Jakarta.
Kenapa? Bukan berarti mereka mesti tinggal di Jakarta atau bersuku betawi, tapi
bahkan beberapa dari mereka dari kecil sampe tua ga berdomisili di Jakarta,
bahkan ga berdomisili di pulau jawa. Menurut gw agak absurd aja sih, gimana
caranya lo memimpin kota dan orang2 yang bahkan lo ga kenal? Pasti bakal banyak
miskom dah, dijamin.
Buat
gw, pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mengenal orang yang mereka pimpin.
“Mengenal” ini kalimat aktif loh, artinya si pemimpin itulah yang berusaha
memahami kota dan rakyat yang mereka pengen pimpin kelak. Jadi jangan
sebaliknya, malah rakyatnya yang bertanya-tanya: ini siapa sih yang mau mimpin
gue? Dan rakyat lah yang “dipaksa” mengenali pemimpin mereka, lewat selebaran,
stiker2, kalender, atau baju2 sablonan.
Dengan
seorang pemimpin mengenali kota dan rakyat yang akan mereka pimpin, pasti si
pemimpin itu bakal tau secara pasti problem apa sih yang paling urgent yang
mesti diselesaikan di kota itu atau Rakyat di daerah mana sih yang paling
membutuhkan bantuan. Pemimpin ga bisa mengandalkan data statistik atau survey
dari anak2 buahnya untuk mendefinisikan suatu problem. Butuh ada ikatan yang
lebih kuat daripada itu, ikatan emosional, dan ikatan emosional ini muncul
karena adanya sense of belonging, dan sense of belonging ini muncul karena si
pemimpin tersebut sudah mendengarkan dan merasakan Jakarta dengan segala
problematikanya.
Gw
percaya kalo mimpi atau cita-cita itu ga semata-mata muncul. Seperti kakak gw
yang mewujudkan mimpinya jadi dokter bukan sekedar karena dia merasa dokter itu
keren dan penghasilannya gede. Kakak gw jadi dokter karena dia terinspirasi
waktu dia lahir, dokter yang ngebantu dia lahir itu salah narik bahu dia.
Akibatnya bahunya rada sedikit berbeda kanan dan kiri. Semangatnya makin
membara pas nyokap kita jatuh stroke 2x dan mesti on-off rumah sakit.Finally
dia lulus cumlaude dan skrg jadi dokter di sebuah rumah sakit swasta di
pekanbaru.
See?
Menurut gue mimpi atau cita-cita itu muncul karena suatu latarbelakang
pengalaman, baik pengalaman lo atau pengalaman orang-orang yang ada di sekitar
lo. Dan pasti butuh waktu yang lama buat lo untuk meresapi pengalaman itu
dan menjadikannya sebagai motivasi untuk
membentuk mimpi lo dan merealisasikannya menjadi kenyataan. Dan seperti kakak
gw yang semangatnya makin membara, lo butuh passion untuk mewujudkan mimpi itu.
Dalam kampanye calon2 gubernur pilkada, mereka banyak menyampaikan janji-janji.
Gw samakan janji itu dengan mimpi mereka untuk Jakarta. Gw berharap mimpi-mimpi
yang mereka sampaikan itu murni datang dari pengalaman yang sudah mereka alami
(lihat-dengar-rasakan) tentang Jakarta, dan itu menjadikan passion mereka untuk
membuat Jakarta menjadi lebih baik lagi, bukan Cuma sekedar mimpi manis yang
sedap didengar tapi sebenarnya hampa di belakang, atau justru mimpi yang Cuma
menguntungkan pendukung-pendukung mereka aja. Gw bener-bener berharap mereka
tidak hanya mengandalkan statistika dan desakan dari beberapa golongan untuk
mendefinisikan apa mimpi yang tepat untuk Jakarta yang patut mereka janjikan
sebagai bentuk kampanye mereka.
Kembali
lagi, ini masalah hati dan tanggung jawab moral. Ga ada yang bisa menebak hati
seseorang, karena Cuma orang itu dan Tuhan yang tahu. Mereka berani jadi calon
pun gw udah kagum, berani menjadi calon pemimpin ibukota bangsa ini, yang udah
kacau korupsinya, kesenjangan sosialnya, dan utang-utangnya. Siapapun yang
terpilih, semoga Tuhan bersama mereka.
Ijin komentar ya san hehe..
ReplyDeleteKalo gw sih bpendapat semua calon tuh punya peluang yang sama mengenai kemampuannya memimpin Jakarta, gak mesti udah paham banget tentang Jakarta atau belum tapi yang terpenting tuh apa sang pemimpin mau segera mengetahui mencari tahu dan memahami Jakarta serta langsung membuat pergerakan menuju yang lebih baik. Untuk memahami tentang kebutuhan Jakarta yang paling terkini dapat dipenuhi dengan cara turun langsung ke masyarakat sehingga dapat mengetahui init dari kebutuhan Jakarta.
Jadi intinya kalo menurut gw tuh yang terpenting sih akselerasi yang nanti yang nanti jadi pemimpin untuk berproses, ibarata periode 5 tahun pemerintahan adalah sebuah pertandingan yang terpenting adalah sang pemimpin mau atau tidak berakselerasi untuk berproses dengan baik dan mencapai finish yang lebih jauh
nah gw stuju sama paragraf 2 lo Go, kecuali yang bagian: periode 5 tahun adalah pertandingan. bwt gw periode 5 tahun bukan pertandingan lagi. pertandingan justru sudah dimulai jauh sebelum mereka menjadi bakal calon. ketika mereka mensurvey, menilik, melihat data, dan menyapa masyarakat yang akan mereka pimpin, saat itulah mereka sedang bertanding....bertanding mencarikan apa solusi yang tepat atas segala problem di jakarta dan (mungkin) indonesia....
ReplyDeletelayaknya peneliti, atau dokter, atau juga engineer, semakin banyak data yang lo dapat, semakin banyak tes/uji/pengamatan yang lo lakukan, semakin berulang-ulang run yang lo lakukan, kemungkinan besar akan mendapat hasil yang lebih akurat. dan untuk mencapai hasil itu, ada suatu pengorbanan waktu disini.
bukan berarti gw bilang bahwa yang paling lama tinggal di jakarta adalah kandidat terbaik, itu balik lagi ke cara mereka menganalisis. tapi paling engga, buat gw, gw butuh keyakinan yang kuat kalo pemimpin yang akan memimpin gw sudah mengenal gw dengan baik. kalo sehari-harinya si calon pemimpin itu bahkan ga pernah "mengenal" jakarta karena sibuk "bercengkrama" di kota / provinsi lain, gmn gw bisa tau kalo mereka yakin betul dengan program2 yang mereka usung untuk jakarta? jangan2 itu cuma janji manis minim realisasi.
kalo mengenai pemimpin itu mau segera mencari tahu ttg jakarta dan punya niat untuk pergerakan yang kuat, menurut gw ini bukan opsi untuk dimiliki/tidak dimiliki oleh calon. gw percaya mereka semua (amin) punya 2 hal itu, kalo ga ngapain capek2 mencalonkan diri, toh ga jadi gubernur juga mereka udah tajir. hahhaa. yang pengen gw garisbawahi adalah hal yang melatarbelakangi 2 hal (rasa ingin tahu ttg jakarta dan niat pergerakan) itu yang lebih penting. Dorongan hati sanubari dan beban tanggungjawab moril sebagai anak bangsa yang merasakan jakarta lebih make sense buat gw untuk dijadikan latarbelakang atas 2 hal tsb dibanding sebuah profesionalisme dan jam terbang memimpin yang tinggi