Evaluasi
8 Tahun Kepemimpinan SBY di Bidang Pangan
Hingga kini, penanganan pangan nasional belum
juga teratasi. Menjadi sangat
ironi, negara agraris dengan tanah yang begitu subur, hampir semua produk
pangannya impor.
1. Hingga saat ini reformasi di bidang teknologi pangan
belum ada realisasinya.
Contoh: pada produksi padi, industri gula, garam,
dan agrarian lainnya.
a.
Produksi
Padi
Pemerintah memang sudah mencangkan perluasan lahan (ekstensifikasi) pada
2014, tapi belum ada improvisasi dari segi intensifikasi pertanian. Padahal
sudah ada teknologi-teknologi, misalnya Padi SRI, yang dapat meningkatkan
kapasitas produksi beras hingga 4x lipat per hektar.
Dalam metode dan penggunaan peralatan, mulai dari penanaman hingga
panen, masih menggunakan peralatan yang sangat tradisional. Hal ini disebabkan
oleh habitual petani yang sulit
menerima masukan dalam bentuk pelatihan ataupun pemberian informasi mengenai
teknologi baru. Selain itu, usaha yang dilakukan pemerintah dalam meningkatkan
kapabilitas petani masih kurang merata di semua tempat.
b.
Industri
Gula
Pabrik gula milik Indonesia sudah sangat berumur (bahkan mencapai 100
tahun). Namun hal ini tidak diiringi dengan peremajaan peralatan dan teknologi
yang memadai. Hal ini menyebabkan rendahnya efisiensi produksi gula.
Sebagai contoh: Sugar Group Company (Gulaku), menghasilkan rendemen
sebanyak 12% dari bahan baku. Untuk jumlah bahan baku yang sama, Industri Gula
Indonesia hanya menghasilkan rendemen 7-8%.
Birokrasi untuk membuat pabrik gula di Indonesia sangat sulit. Sebuah
pabrik gula harus memiliki lahan beberapa ribu hektar terlebih dahulu.
Dari ketersediaan bahan baku sendiri, Indonesia memiliki potensi yang
lebih besar untuk menghasilkan gula aren. Sayangnya, produksi gula aren di
Indonesia masih sangat minim. Selain itu, kebiasaan masyarakat Indonesia lebih
banyak menggunakan gula pasir dari gula aren.
Dari sisi produksinya sendiri, sebenarnya akan lebih menguntungkan jika
gula diproduksi dalam wujud cair. Ini karena dibutuhkan energi lebih untuk mengubah
fasa gula dari cair menjadi padatan. Padahal dalam penggunaannya, gula lebih
sering dipakai dalam wujud cair daripada padat.
Dalam pengolahannya, terdapat hasil samping (byproduct) dari pengolahan
gula, berupa molasses. Molases ini merupakan bahan baku yang potensial sebagai
bahan baku etanol. Sayangnya, molasses belum dapat dimanfaatkan dengan baik
oleh industri gula Indonesia.
c.
Industri
Garam
Indonesia merupakan Negara dengan garis pantai terpanjang di dunia.
Mirisnya, Indonesia hingga saat ini masih mengimpor garam. Yang lebih parah,
Indonesia belum memiliki industri garam yang terintegrasi dengan baik, yang ada
hanyalah petani-petani garam yang bergerak secara individual.
Sebenarnya sudah banyak ahli di Indonesia yang menguasai teknologi
pengolahan garam. Namun, sepertinya kepedulian pemerintah terhadap bidang
produksi garam masih rendah. Padahal, jika dikembangkan, industri garam dan
turunannya mampu memberikan profit yang baik bagi Indonesia.
Selain
ketiga sektor di atas, sebenarnya masih banyak potensi industri pangan di
Indonesia, seperti: kelautan (ubur-ubur, ikan sidat / unagi, rumput laut),
dairy products (daging, susu), dll. yang belum sempat dikaji lebih lanjut oleh
HIMATEK.
2.
Perbaikan
jalan dan sarana transportasi.
Dari tahun ke tahun seolah-olah tidak nampak
perubahan nyata yang lebih baik. Sebenarnya banyak pihak swasta yang bersedia
untuk beriinvestasi pada pembangunan infrastruktur (jalan, jembatan, landasan
udara, pelabuhan, dll). Namun, kebijakan / birokrasi dari pemerintah menyulitkan
pihak swasta untuk membangun infrastuktur. Infrastruktur yang kurang memadai
ini secara tidak langsung mengakibatkan penambahan biaya produksi pada industri
pangan.
3. Masalah
kebijakan Impor dan Ekspor
a.
Impor
Pemerintah sangat terlihat mengambil jalan pintas untuk mengatasi krisis
sesaat dengan kebijakan impor tanpa diimbangi dengan kebijakan strategis untuk
menyelesaikan persoalan jangka panjang.
"Sikap kami dalam mengimpor (beras) adalah
untuk berjaga-jaga karena banyak proyeksi dari sejumlah lembaga yang
mengisyaratkan anomali cuaca akan lebih banyak terjadi pada masa depan,
sehingga ada kekhawatiran pasokan pangan tidak mudah," kata Gita Wirjawan
di Kementerian Perdagangan, Jakarta, Jumat.
Contoh: saat FAO mengumumkan akan terjadinya krisis pangan, Indonesia
pada bulan September 2012 mengeluarkan kebijakan untuk mengimpor beras sejumlah
1 juta ton dari Myanmar.
Fakta:
·
Indonesia
pada Januari hingga November 2011 mengimpor beras sebanyak 2,5 juta ton dengan
nilai 1,3 miliar dolar AS dari negara seperti Thailand dan Vietnam.
·
Konsumsi
beras Indonesia sebesar 140 kilogram per kapita per tahun.
·
Kementerian
Pertanian pada 2012 menargetkan dapat memproduksi 67,82 juta ton gabah kering
giling (GKG) yang sama dengan 37,98 juta ton beras dengan menggunakan lahan
seluas 13,538 juta hektar.
b.
Ekspor
Saat ini, bahan pangan yang diekspor oleh Indonesia kebanyakan masih
berupa barang mentah. Seperti halnya mineral, bahan mentah tersebut apabila
diberi pemrosesan lebih lanjut, akan memberikan added value yang besar. Hal ini
sangat merugikan Indonesia, dimana produk-produk jadi dari barang mentah
tersebut diimpor kembali oleh Indonesia. Fenomena ini sebagian bukan disebabkan
karena ketidakmampuan Indonesia untuk mengolah, tapi lebih disebabkan oleh
kerangka berpikir masyarakat Indonesia yang ingin serba instan (dengan cara
menjual bahan mentah untuk mendapat uang cepat).
Contoh:
Kakao. Indonesia merupakan produsen kakao nomor 3 di dunia setelah
Pantai Gading dan Ghana. Akan tetapi, industri cokelat di Indonesia yang ada di
Inonesia hanya 1 (itupun milik swasta).
No comments:
Post a Comment
Feel free to put on your thoughts about my writings :)